Pemprov Sulsel Sebut Ribuan KK di Makassar Masih BAB Sembarangan

ERA.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan belum bisa menjadi provinsi bebas stop buang air besar (BAB) sembarangan atau Open Defecation Free (ODF), karena masih terkendala kasus buang air sembarangan yang ditemukan di Kota Makassar.

Stop BAB sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, termasuk pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin mengemukakan bahwa salah satu indikator kabupaten/kota sehat ialah tidak adanya masyarakat yang BAB sembarangan.

"Soal BAB ini, semua daerah sudah selesai laporannya. Sisa Makassar yang belum," kata dia, Senin (17/7/2023).

Hingga Juli 2023, status kelurahan stop BAB sembarangan di Makassar 132 kelurahan (86,27 persen) dan buang air besar sembarangan 21 kelurahan (13,37 persen).

Dinas Kesehatan Sulsel mencatat sebanyak 2.231 KK (Kepala Keluarga) yang tersebar di 21 kelurahan Kota Makassar belum memiliki jamban sehat atau masih masih BAB sembarangan yang dikategorikan OD (Open Defection) atau buang air besar sembarangan.

Sebanyak 21 kelurahan tersebut yakni bagian dari Kecamatan Bontoala, Makassar, Mariso, Panakkukang, Tallo, Sangkarrang, dan Ujung Tanah.

Kolaborasi, lanjut Rosmini, sangat diperlukan dalam mengatasi kasus sanitasi, sebab menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih merupakan tanggungjawab setiap orang.

Seperti yang terjadi di Luwu Timur, semua pihak digerakkan ikut membantu agar stop BAB sembarangan terelaisasi di daerah itu, mulai dari perbankan, CSR, Dinas PUPR Luwu Timur.

Koordinator Provinsi STBM (Sanitasi Total Bebasis Masyarakat) Dinkes Sulsel Sarmada menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi secara bertahap kepada 23 provinsi dan tersisa Kota Makassar yang belum terverifikasi.

Verifikasi jamban telah dilakukan secara bertahap di 23 kabupaten/kota se Sulsel sejak 2017 dengan satu daerah, hingga 2023 ini ada dua kabupaten yang telah terverifikasi yakni Toraja Utara dan Maros.

"Dari 153 kelurahan di Kota Makassar, ada 21 kelurahan yang belum ODF atau masih BAB sembarangan. Angka ini sudah lebih baik dari sebelumnya ada 29 kelurahan," ujar dia.

Sejumlah faktor mempengaruhi hal tersebut, mulai dari keberadaan masyarakat urban di wilayah tersebut, kondisi ekonomi, sengketa lahan, tidak ada lahan, perilaku yang sulit diubah, pemukiman berada di pesisir laut atau sungai.

"Kita harapkan 2023 Kota Makassar juga bisa stop BAB sembarangan. Kalaupun tidak bisa, Pemkot Makassar bisa menggandeng pihak lain untuk memenuhi kebutuhan sanitasi rumah tangga," kata dia.

Sarmada menjelaskan bahwa dalam sebuah desa atau kelurahan bisa disebut ODF atau bebas dari BAB sembarangan, jika semua warga membuang hajat di jamban yang sesuai standar dan tidak BAB sembarangan.

"Perilaku masyarakat ini terlihat sederhana, namun sangat penting terhadap kondisi kesehatan sebab semua sumber penyakit dari sanitasi," kata dia.

Adapun penyakit yang ditimbulkan seperti diare, cacingan dan lainnya. Daerah ini juga menunjukkan masih tinggi gejala penyakit yang berhubungan dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Menurut dia, sangat penting mengubah perilaku masyarakat, sebab buang air besar sembarangan tidak harus dan hanya menilai dalam kategori fisik (toilet) namun bagaimana perilaku masyarakat tidak BAB sembarangan, termasuk ketika memanfaatkan fasilitas umum untuk BAB, ini sudah bisa disebut sebagai ODF.

Stop BAB sembarangan tidak hanya kerja-kerja pemerintah, namun dibutuhkan peran serta semua pihak, mulai dari CSR, lembaga mikro dan makro, Baznas maupun lainnya yang bertanggungjawab menciptakan sanitasi lebih baik.