Kejahatan Luar Biasa Zumi Zola di Jambi
Dalam persidangan, Jaksa KPK, Rini Trianingsih menuturkan, gratifikasi itu berasal dari sejumlah proyek di lingkup Pemprov Jambi dan diberikan kepada Zumi melalui tiga orang yang jadi kepercayaannya: mantan Kepala Dinas PUPR Jambi, Arfan; mantan plt Sekretaris Daerah Jambi, Apif Firmansyah; serta mantan bendahara tim kampanye Zumi saat maju dalam Pilgub Jambi, Asrul.
Dari Arfan, Zumi menerima uang sebesar Rp3,068 miliar, 30 ribu USD, serta 10ribu SGD. Uang sejumlah Rp34,639 miliar diterima Zumi dari Apif. Sementara dari Asrul, Zumi menerima uang Rp2,770 miliar dan 147.300 USD plus satu unit mobil Toyota Alphard. Gilanya, seluruh gratifikasi itu Zumi terima sejak awal dirinya dilantik sebagai Gubernur Jambi pada 12 Februari 2016.
"Zumi Zola Zulkifli bersama-sama Apif Firmansyah, Asrul Pandapotan Sihotang, dan Arfan, pada waktu-waktu yang tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Februari 2016 sampai dengan bulan November 2017, menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," tutur Rini saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8).
Rini menjelaskan, Apif dan Asrul adalah sohib kental Zumi sejak dirinya belum menjabat jadi gubernur. Waktu kampanye, Apif ditarik Zumi menjadi bendahara tim sukses. Nah, atas kemenangan Zumi di Pilgub Jambi, Apif pun diangkat sebagai ketua tim khusus yang bertugas menangani berbagai urusannya sebagai gubernur.
"Apif atas persetujuan terdakwa kemudian meminta Imaduddin untuk membiayai beberapa kegiatan terdakwa pada saat awal menjabat sebagai gubernur ... Imaduddin sejak Februari 2016 bersedia membantu keperluan terdakwa hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp 1,235 miliar," tutur Rini.
Infografis "Kejahatan Luar Biasa Zumi Zola" (Mahesa ARK/era.id)
Cipratan uang ke DPRD
Seperti yang kami singgung di atas, dakwaan jaksa dalam kasus ini mengarah pada kejahatan yang lebih memuakkan soal dugaan keterlibatan banyak kepala di lingkup DPRD Jambi. Iya, dalam kasus ini, jaksa juga mendakwa Zumi atas dugaan keterlibatannya dalam pemberian duit senilai Rp13 miliar untuk memuluskan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah APBD yang digodok oleh DPRD Jambi.
Enggak cuma itu, jaksa juga menyebut bahwa Zumi mengalokasikan dana suap tambahan senilai Rp3,4 miliar buat jajaran pimpinan DPRD Jambi. "Telah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota DPRD Jambi dengan maksud agar pimpinan dan anggota DPRD menyetujui Raperda APDB tahun anggaran 2017," tutur jaksa KPK, Tri Anggora Mukti dalam persidangan.
Jadi, kalau dirinci, setiap anggota DPRD Jambi (iya, setiap!) diduga menerima uang senilai Rp200 juta. Kemudian, setiap anggota Badan Anggaran menerima Rp225 juta. Sementara itu, alokasi dana suap senilai Rp300 juta diberikan untuk Komisi III. Sedang untuk pimpinan di DPRD, Zumi memberi suap dengan nilai masing-masing Rp600 juta. Menurut jaksa, uang-uang itu dikumpulkan Zumi dari fee komitmen sejumlah proyek di lingkup Pemprov Jambi.
Atas segala perbuatan culasnya ini, Zumi dikenakan ancaman pidana dalam Pasal 11 UU Tipikor sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Sementara itu, untuk uang ketok RAPBD Jambi, Zumi disangkakan atas pelanggaran Pasal 5 Ayat 1 huruf A UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah ke UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Atas seluruh dakwaan tersebut, Zumi menegaskan dirinya menerima dan enggak akan mengajukan eksepsi. "Saya tidak eksepsi karena saya hormati, saya ikuti semua proses hukum sejak awal, saya akan kooperatif ," ujar Zumi.
Kilas balik
Kasus Zumi mencuat pada 2017. Ketika itu, di tanggal 28 November, KPK menangkap 16 orang di Jakarta dan Jambi terkait kasus suap uang ketok palu. Tangkapan KPK hari itu terdiri dari para pejabat pemprov dan anggota DPRD Jambi. Seluruh tangkapan itu diduga terlibat dalam suap Rp4,7 miliar terkait persetujuan RAPBD Provinsi Jambi tahun anggaran 2018 senilai Rp4,2 triliun.
Keesokannya, KPK menetapkan empat tersangka, mereka adalah Supriono, anggota DPRD Jambi, Erwan Malik, plt Sekda Provinsi Jambi; Arfan, plt Kepala Dinas PU Jambi; serta Saipudin, Asisten Daerah Bidang III Pemprov Jambi. Dari hasil pengembangan, kasus ini pun mulai mengarah ke Zumi. 30 November dan 1 Desember 2017, KPK menggeledah kantor Zumi dan menyita sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan suap pengesahan APBD Jambi tahun anggaran 2018.
Selanjutnya, 5 Januari 2018, Zumi menjalani pemeriksaan perdana di KPK. Saat itu, Zumi bersaksi untuk anak buahnya, Saipudin. Kuasa hukum Saipudin saat itu menyebut Zumi lah yang memerintahkan Saipudin untuk menyerahkan sejumlah uang untuk anggota DPRD Jambi. Kemudian, pada 22 Januari 2018, KPK memanggil Zumi untuk diperiksa sebagai tersangka kasus gratifikasi.
Tiga hari kemudian, tepat pada 25 Januari 2018, Kementerian Hukum dan HAM --atas permintaan KPK-- mengeluarkan perintah pencekalan bepergian ke luar negeri terhadap Zumi. Sherin Taria, istri Zumi yang dalam dakwaan jaksa disebut turut menerima uang diperiksa KPK pada 22 Mei 2018. Dalam enam jam pemeriksaan, Sherin dicecar dengan berbagai pertanyaan, termasuk soal uang yang disita penyidik dari vila milik Zumi.
Esokan harinya, Zulkifli Nurdin, ayah Zumi ikut diperiksa KPK. Memang, menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, pihaknya saat itu tengah mendalami peran keluarga dalam kasus yang menjerat Zumi. Kemudian, masih di bulan Mei 2018, Zumi mengajukan diri sebagai justice collaborator. Zumi menyatakan siap membantu KPK buka-bukaan, termasuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus yang menjeratnya ini.
Namun, belum juga diterima pengajuan justice collaborator-nya, KPK kembali menetapkan Zumi sebagai tersangka dalam kasus berbeda pada 10 Juli 2018. Kali ini, Zumi ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2018. Kemudian, pada 20 Agustus 2018, Jaksa KPK melimpahkan berkas perkara Zumi ke Pengadilan Tipikor. Pelimpahan berkas itu sekaligus menjadi pintu masuk babak baru perkara gratifikasi dan suap yang melibatkan Zumi.