Meninjau Aturan Menikah Beda Agama di Indonesia, Apakah Bisa?

ERA.id - Pernikahan berbeda agama kerap menjadi perbincangan, bahkan perdebatan di masyarakat. Sebenarya, seperti apakah aturan menikah beda agama di Indonesia?

Sebagai pengetahuian awal, hal terkait pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan memiliki definisi ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Aturan Menikah Beda Agama di Indonesia

Ilustrasi pernikahan agama Islam (unsplash)

Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa sebuah perkawinan dinyatakan sah jika dilakukan menurut hukum agama. Bunyi lengkap dari pasal tersebut adalah sebagai berikut, Pasal 2 Ayat (1) berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Sementara, Ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Sementara, Pasal 8 UU Perkawinan memberikan penjelasan mengenai perkawinan yang dilarang. Salah satu poin dari larangan tersebut berhubungan dengan larangan agama. Pasal 8 huruf f UU Perkawinan berbunyi, "Perkawinan dilarang antara dua orang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin."

Perlu diketahui bahwa UU Perkawinan tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan beda agama. Meski demikian, Pasal 2 UU Perkawinan kerap ditafsirkan sebagai penjelasan bahwa hukum kawin beda agama merujuk hukum agama.

Pernikahan Beda Agama di Indonesia

Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali pernikahan beda agama. Dikutip Era dari Kompas, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 1400K/PDT/1986 pernah mengabulkan perkawinan beda agama yang dilakukan oleh dua pihak yang mengajukan kasasi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim MA menyampaikan, UU Perkawinan tidak memuat ketentuan yang melarang perkawinan beda agama. Menurut majelis hakim MA, hal tersebut sejalan dengan Pasal 27 UUD 1945 soal persamaan kedudukan setiap warga negara di mata hukum.

Pasal 29 Ayat (2) juga menyampaikan bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut agama masing-masing. Putusan tersebut kemudian sering menjadi rujukan untuk mengajukan izin pernikahan beda agama.

Pada 26 April 2022, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan gugatan RA dan EDS untuk melakukan perkawinan beda agama. Melalui putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, majelis hakim memerintahkan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya mencatatkan perkawinan beda agama tersebut serta menerbitkan akta perkawinan.

Pencatatan Dukcapil Pernikahan Beda Agama

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan, perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan berlaku. MA pernah menerbitkan fatwa dengan pokok aturan yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama tidak bisa dicatatkan, tetapi ada pengecualian dalam fatwa Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019.

“Perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Akan tetapi, jika perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Misalnya, jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Kristen maka dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, begitu pula jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Islam maka perkawinan pasangan tersebut dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA)," bunyi fatwa tersebut.

Hal terkait pencatatan perkawinan juga diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Berdasarkan UU tersebut, perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan harus dilaporkan ke pencatatan sipil paling lambat 60 hari sejak tanggal perkawinan.

Setelah itu, pejabat pencatatan sipil mencatatkan perkawinan terkait dan menerbitkan akta perkawinan. Pencatatan perkawinan juga berlaku untuk perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

"Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan," bunyi Pasal 36 UU Adminduk.

Itulah beberapa informasi dan aturan menikah beda agama di Indonesia. Undang-undang telah memiliki peraturan yang mengatur berbagai hal terkait perkawinan dan pencatatan di Dukcapil.