Eks Ketua MK Minta Hakim yang Putuskan Pemilu 2024 Ditunda Dipecat
ERA.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menilai, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang membuat putusan atas gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) layak dipecat.
PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan PRIMA terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dalam putusannya disebutkan bahwa KPU RI tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
"Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional," kata Jimly kepada wartawan, dikutip Jumat (3/3/2023).
Ketidakprofesionalan hakim PN Jakarta Pusat yang membuat putusan itu terlihat karena tidak mengerti hukum pemilu dan tidak bisa membedakan hukum perdata dengan urusan publik.
Jimly mengatakan, seharusnya pengadilan perdata harus membatas diri untuk urusan perdata saja. Sanksi yang dijatuhkan pun sebatas ganti rugi, bukan meminta Pemilu 2024 ditunda.
"Sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU," kata Jimly.
Sengketa pemilu harusnya diadili Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara sengketa hasil pemilu diadili oleh Mahkamah Konstitusi.
PN tidak punya kewenangan untuk memutuskan masalah Pemilu. "Hakim PN tidak berwenang memerintahkan penundaan Pemilu," ujarnya.
Jimly menyarankan sebaiknya putusan tersebut dilakukan banding sampai kasasi bila perlu. "Kita tunggu sampai inkracht," imbuhnya.
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) akan melakukan pendalaman atas hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi pelanggaran yang dilakukan.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, KY akan memanggil hakim PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan putusan untuk dimintai klarifikasi.
"Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi," katanya.
Jika dalam proses klarifikasi tersebut KY menemukan hakim PN Jakarta Pusat melakukan pelanggaran, maka pihaknya akan melakukan pemeriksaan kepada hakim yang bersangkutan.
"Apabila ada dugaan yang kuta telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan," kata Miko.