Kemendagri Masih Kebingungan Lantik Kepala Daerah Korup
Jakarta, era.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan kebingungan soal pelantikan calon-calon kepala daerah pemenang Pilkada 2018 yang terjerat kasus korupsi. Di satu sisi, Kemendagri sadar betul, keputusan melantik bakal memancing opini negatif publik. Di lain sisi, jika memutuskan untuk enggak melantik, Kemendagri harus mengajukan perkara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, sejauh ini kemungkinan yang paling dekat adalah tetap melantik kepala daerah yang bermasalah pada tahun depan ketika masa jabatan kepala daerah yang menjabat saat ini selesai. "Kalau saya pribadi misalnya, kepala daerah yang kena, inginnya wakilnya dulu dilantik. Inginnya lho, ya. Yang sedang ditahan belum ada proses ya menunggu," kata Tjahjo di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (4/9/2018).
"Ini debatable ya (menunggu inkrah atau tidak). Kalau saya mengambil keputusan tidak dilantik, maka saya bisa PTUN-kan. Tapi kalau dilantik, pasti akan opini mengatakan kok (dilantik). Jadi, belum diambil putusan. Masih ada satu cagub yang ditahan tapi belum memiliki kekuatan hukum tetap, namun ia masih dilantik tahun depan," ungkap Tjahjo.
Sebut saja Ahmad Hidayat Mus. Iya, dia adalah gubernur terpilih yang kini jadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasusnya, KPK resmi menetapkan status tersangka pada Ahmad yang saat itu maju sebagai Cagub Maluku Utara bersama adiknya, Zainal Mus, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kepulauan Sula.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Kepulauan Sula tahun anggaran 2009. Ahmad ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010. Sementara Zainal Mus berperan sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula periode 2009-2014.
Diduga anggaran untuk proyek tersebut sudah dicairkan, yang kemudian dikorupsi keduanya. Dugaan kerugian negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK sebesar Rp3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah. Senilai Rp1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal Mus sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah dan senilai Rp850 juta diterima oleh Ahmad melalui pihak lain untuk menyamarkan. Sementara, sisanya uang tersebut mengalir kemudian mengalir ke pihak lain.
Lebih lanjut, Tjahjo menuturkan, besok, Rabu (5/9), Kemendagri akan melantik delapan pasang kepala daerah yang aman dari berbagai perkara, baik itu perkara dugaan korupsi ataupun perkara gugatan pilkada. "Sementara, disepakati besok. Memang delapan daerah ini sudah tidak ada gugatan ke MK, walaupun antara KPU dibatasi tahapannya hingga 16 September (2018). Tetapi, kemudian setelah dicek tidak ada gugatan maka bisa dipercepat," ungkap Tjahjo.
"Pelantikan tahap dua 17-27 September. Karena UU menyatakan masa jabatan gubernur tidak boleh dikurangi satu hari pun. Tahap kedua seperti NTB, Kaltim, Sumsel itu masuk tahap kedua. Tahap satu sepertinya ada delapan daerah," tambahnya.