Asa yang Tersisa di Praperadilan
Berbagai argumen pembelaan terlontar dari ahli hukum tata negara dan ahli hukum pidana tersebut. Kala itu, kejelasan permohonan praperadilan Novanto yang seakan tanpa asa semakin membuncah.
Sementara, 24 jam lagi kursi pesakitan Pengadilan Tipikor menunggu kedatangan Novanto.
Masih adakah asa di praperadilan?
Saat ditanya hakim Kusno tentang pasal 82 ayat 1 c KUHAP, Margarito yang merupakan ahli hukum tata negara itu menyetujui pendapat hakim.
"Sinkron. Pokok perkara, terdakwa hadir baca dakwaan harus dianggap selesai," ujar Margarito.
Ahli hukum pidana, Mudzakir berpendapat lain. Mudzakir yang juga merupakan Dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu menilai, surat perintah penyidik (sprindik) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Setya Novanto kurang tepat.
Sebab, sprindik sebelumnya belum dicabut, kata Mudzakir. Satu kejahatan tidak boleh dua sprindik atas satu tersangka. Menurutnya, proses itu tetap harus dilakukan untuk memenuhi ketertiban administrasi. Ini untuk menghindari, sebuah kasus memiliki dua sprindik.
Oleh sebab itu, kata dia, penetapan tersangka bisa dinyatakan sah bila sprindik sebelumnya telah dicabut. Bisa dengan SP3, atau jenis yang lain. “Kalau sudah ada putusan praperadilan, artinya produk penetapan harus dilanjutkan. Sprindik-nya harus dicabut, supaya tidak terjadi duplikasi sprindik,” ujar Mudzakir.
Terlepas dari klausul itu, Mudzakir menilai Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat tidak memperhitungkan sidang praperadilan yang saat ini masih berjalan. Seolah-olah, ada permainan waktu dari penetapan jadwal sidang dakwaan Pengadilan Tipikor dengan praperadilan.
Seharusnya Pengadilan Tipikor Jakarta bisa menunda persidangan sampai hakim tunggal praperadilan memberikan putusan. Sebab, menurut Mudzakir, materi pokok perkara dalam dakwaan juga bergantung terhadap keabsahan penetapan tersangka Novanto.
"Ini juga seharusnya ditangkap oleh pengadilan yang membuat jadwal. Jangan sampai ini jadi permainan waktu, tidak bisa seperti itu," tuturnya.
Ada dua hal yang berbeda antara sidang praperadilan dengan sidang dakwaan. Menurut Mudzakir, praperadilan menguji kesesuaian proses penyidikan dengan KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). Sedangkan, sidang dakwaan menguji pokok perkara.
Semestinya, sidang praperadilan harus diutamakan daripada sidang dakwaan. Tapi, kondisi itu tidak terjadi karena KPK berhalangan hadir pada sidang perdana Kamis (30/11) lalu.
Saat itu, hakim Kusno menyatakan penundaan sidang selama sepekan. Hal itu yang membuat sidang praperadilan yang seharusnya terjadwal hanya 7 hari menjadi tertunda. Sementara, berkas P21 Novanto siap disidangkan pada Rabu (13/12/2017) di Pengadilan Tipikor.
Jika sidang praperadilan berjalan tepat waktu, seharusnya perkaranya sudah bisa diputus sebelum sidang dakwaan. Menurut Mudzakir, ketidakhadiran KPK pada sidang perdana telah merampaskan hak termohon. Peradilan itu harusnya menegakkan hukum bukan menjalankan teks undang-undang saja.
"Hak pemohon sudah terganggu karena termohon tidak hadir. Hak termohon dirampas sudah satu minggu. Kalau dia tidak hadir, hakim (PN Jakpus) harus bijaksana mempertimbangkan termohon yang tidak hadir," lanjutnya.
"Harusnya sidang dakwaan diundur juga untuk menhormati sidang praperadilan," imbuhnya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlanga, Basuki Winarno yang juga sebagai saksi ahli menambahkan, harusnya Pengadilan Tipikor Jakarta menunggu putusan sidang praperadilan dulu sebelum menentukan jadwal sidang dakwaan.
Hujan argumen dari para saksi ahli itu dibantah Kepala Biro Hukum KPK, Setyadi. Menurutnya, permintaan mereka salah alamat.
"Mana ada pemohon meminta kepada hakim. Hakim itu diatur atau mengikuti aturan yang sangat normatif, ketat. Diawasi oleh bawas-nya dan atasannya langsung yang diatur dalam UU tentang pengadilan tipikor. Kalau enggak salah UU nomor 46 ya," singkat Setyadi usai persidangan.
Sidang praperadilan Setya Novanto masih menyisakan agenda pemeriksaan saksi. Hakim Kusno menjadwalkan pemeriksaan saksi dari KPK pada Selasa (12/12/2017), dan Rabu (13/12/2017).
Sementara, sidang dakwan Setya Novanto terjadwal di Pengadilan Tipikor pada Kamis (14/12/2017). Sejatinya, hakim tunggal Kusno telah menyatakan sidang gugatan praperadilan Novanto secara otomatis gugur, jika sidang dakwaan dimulai. Tapi, kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya menolak menyerah. Dirinya optimis sidang praperadilan selesai sebelum Rabu (13/12/2017).
Sebelumnya, KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp2,3 triliun, pada Jumat (10/11). Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lima hari setelah penetapan tersangka, Novanto mengajukan permohonan praperadilan. Ini merupakan gugatan praperadilan kedua Novanto terhadap penetapan status tersangka atas dugaan yang sama. Pada praperadilan pertama hakim Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Setya Novanto.
Di praperadilan kedua ini Novanto menyatakan keberatan karena penetapan tersangka dirinya menggunakan bukti terdakwa lain, dan KPK disangka menggunakan penyidik ilegal. Mudzakir menilai penegak hukum tidak bisa menetapkan orang lain menjadi tersangka berdasarkan bukti persidangan terdakwa lain.
"Sidang perkara itu hanya membuktikkan perbuatan terdakwa tidak membukti yang lain," jelasnya.