Berkas Diserahkan ke Penuntut Umum, Tersangka Korupsi Tambang Pasir Laut Takalar Siap Disidangkan

ERA.id - Tim jaksa penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Sulawesi Selatan, telah menyerahkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang pasir laut di Kabupaten Takalar, tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari). Proses penyerahan tersangka dilaksanakan, Kamis (27/4/2023) petang.

Tersangka yakni, GM, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Takalar. "Tim penuntut umum dalam waktu dekat ini akan melimpahkan perkara tersangka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi usai penyerahan tersangka, Kamis (27/4/2023).

Tersangka dijerat Pasal 1 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 KUHP. "Perbuatan tersangka telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara," tegas Soetarmi.

Kepala Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer sebelumnya menegaskan, kasus ini telah diselidiki sejak awal 2020. Tersangka berperan menetapkan harga yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah. Harga dasar per meter kubik pasir seharusnya Rp10.000 tapi dijual dengan harga Rp7.500. "Yang bersangkutan menetapkan nilai pasar atau harga dasar pasir laut," ucap Leonard.

Penetapan harga tidak sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 1417/6/2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah Sulsel dan juga peraturan Bupati Takalar Nomor 09.A Tahun 2017 Tanggal 16 Mei 2017 serta Nomor 27 Tahun 2020 tanggal 25 September 2020. Lokasi penambangan pasir laut dimulai sejak Februari 2020.

Lokasinya berada di wilayah perairan Takalar, tepatnya di Kecamatan Galesong Utara. Lokasi penambangan kata Leonard masuk dalam wilayah konsesi PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Sementara PT Boskalis Internasional adalah perusahaan yang menambang.

Berdasarkan hasil audit, dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kerugian keuangan negara dalam kasus itu sebesar Rp6 miliar 580 juta. Kerugian itu telah dikembalikan oleh tersangka. Kendati begitu, Leonard menegaskan bahwa pengembalian tidak akan menghapus dugaan tindak pidana.