Irjen Teddy Minahasa Sebut Ada Perang Bintang di Institusi Polri
ERA.id - Mantan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) yang juga terdakwa kasus narkoba, Irjen Teddy Minahasa menyebut ada perang bintang di internal Polri.
Awalnya, Teddy menjelaskan dirinya bisa menjadi jenderal bintang dua Polri dengan kerja keras. Dia menilai jaksa penuntut umum (JPU) tidak sportif bila menganggap dirinya hanya melakukan pencitraan.
"Namun dari persepsi jasa penuntut umum ini, semakin menguatkan tesis bahwa saya memang dibidik untuk dibinasakan dan pesanan atau industri hukum serta konspirasi itu benar-benar nyata dalam kasus ini," kata Teddy dalam sidang duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Jumat (28/4/2023).
Teddy pun menyebut dirinya bisa ditersangkakan hingga sekarang menjadi terdakwa kasus narkoba karena Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Informasi ini dia ketahui ketika diberitahu Dirresnarkoba Polda Metro Jaya dan Wadirresnarkoba Polda Metro Jaya saat itu, Brigjen Mukti Juharsa dan AKBP Dony Alexander.
"Mereka membisikkan di telinga saya dan mengatakan 'mohon maaf Jenderal, mohon ampun Jenderal, ini semua atas perintah pimpinan'," ucapnya.
"Karena itu patutlah saya menarik suatu kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat, atau adanya nuansa perang bintang sebagaimana dilansir oleh berbagai media massa arus utama pada beberapa waktu yang lalu," tambahnya.
Diketahui, JPU menuntut agar Teddy Minahasa dijatuhi hukuman mati. Jaksa menjelaskan tuntutan hukuman mati ke Irjen Teddy Minahasa sudah dengan berbagai pertimbangan. Untuk hal memberatkan tuntutan terhadap Teddy ialah terdakwa kasus narkoba ini mengkhianati Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika," kata JPU saat membacakan tuntutan Teddy Minahasa ketika sidang di PN Jakbar, Kamis (30/3).
Selain itu, juga karena Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Jaksa juga menilai Teddy telah merusak nama institusi Polri dan menikmati hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Lalu, Teddy dinilai tidak menjadi garda terdepan dalam memberantas narkoba, namun malah memanfaatkan jabatannya sebagai Kapolda untuk dalam peredaran gelap narkotika. Teddy juga dinilai tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit memberikan keterangan dalam persidangan.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400 ribu personel," ujar jaksa.