Kronologi Anggota DPR Inisial BY Lakukan KDRT, Kuasa Hukum Korban: Dari Kekerasan Fisik hingga Seksual

ERA.id - Anggota DPR RI berinisial BY yang diduga berasal dari Fraksi PKS terlibat perkara kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya berinisial M.

Kuasa hukum korban, Srimiguna mengatakan, awalnya pernikahan antara BY dengan M berjalan harmonis. Adapun M merupakan istri kedua, dan pernikahan tersebut juga atas sepengetahuan istri pertama BY yaitu RKD.

Namun, tindakan KDRT mulai dialami korban M selama kurun waktu 2022.

"Posisi korban seorang diri, sementara BT diduga melakukan kekerasan dengan diketahui istri pertamanya dan anak-anakanya. Padahal pernikahan BY yang kedua ini juga diketahui oleh istri pertama yang telah menerima suaminya menikah dengan korban," ujar Srimiguna dalam keterangannya, dikutip Senin (22/5/2023).

Menurut Srimiguna, kleinnya tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan seksual selama menikah dengan BY.

BY disebut sering menghina fisik dan membandingkan korban dengan perempuan lain, kerap memaksa korban melakukan hubungan seksual tak wajar hingga membuat korban sakit dan pendarahan.

"Dari salah satu barang bukti diketahi BY mengaku melakukan hubungan seksual meski korban telah mengalami pendarahan dan darah dilihat oleh BY, karena hasrat seksual telah memuncak," ujarnya.

Selain itu, BY juga kerap melakukan kekerasan fisik seperti menonjok, menampar, menggigit, mencekik leher, membanting, hingga menginjak-injak tubuh korban meskopun saat itu korban tengah hamil.

"Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan BY pernah melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur dan membekap wajah korban dengan bantal hingga korban kesulitan bernafas," kata Srimiguna.

BY juga diduga bertindak manipulatif terhadap korban. Sebab, sering kali menunjukan rasa bersalah usai melalukan kekerasan terhadap istrinya.

"Setelah melakukan KDRT, BY seringkali merayu, memohon dan meminta maaf kepada korban," kata Srimiguna.

Korban, kata Srimiguna, telah beberapa kali berniat melaporkan BY ke Kepolisian. Hanya saja saat itu korban mengaku takut karena adanya ketimpangan relasai kuasa. Menurutnya, BY juga beberapa kali melakukan upaya agar korban tidak melaporkan tindakannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Namun, sejak peristiwa KDRT yang terjadi pada November 2022, korban akhirnya memberanikan diri melapor ke Polrestabes Bandung. Korban juga kini tengah dalam perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Korban kemudian melakukan permohonan Perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada Desember 2022 dan sejak Januari 2023 setelah dilakukan serangkaian prosedur oleh LPSK Korban Resmi menjadi Terlindung LPSK pada Januari 2023, dengan Perlidungan Fisik melekat (Pamwalkat) dan Pendampingan Pemulihan Psikis oleh Psikolog LPSK," paparnya.

Diketahui, tim kuasa hukum korban juga sudah mengadu dan memasukan laporan ke MKD DPR RI pada Senin (22/5) siang.

Bertempat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kuasa hukum korban berharap, laporan ini segera ditindaklanjuti oleh MKD DPR RI. Serta memprosesnya secara terbuka.

"Kami minta supaya MKD melakukan proses persidangan dengan tujuan semuanya terbuka, klien kami hadir bisa menceritakan apa permasalahannya," kata Srimiguna.