Panduan Bertahan Hidup di Tengah Laut
Jakarta, era.id - Kisah Aldi Novel Adilang, nelayan 19 tahun asal Wori, Kabupaten Minahasa Utara sungguh mirip kisah dalam film-film Hollywood. Selama 49 hari, Aldi terombang-ambing lautan. Cara Aldi bertahan hidup, bagaimanapun adalah hal yang amat ajaib. Dalam kondisi hidup dan mati itu, Aldi bertahan hidup dengan memakan ikan serta meminum air perasan bajunya sendiri yang telah basah oleh air laut. Lalu, bagaimana teknik bertahan hidup di tengah laut sebenarnya?
Kisah ajaib ini bermula pada Juli 2018, ketika Aldi baru saja selesai menangkap ikan di Pulau Doi, Ternate. Saat itu, angin kencang membuat tali rompong --perangkap ikan terapung-- yang ia tempati tiba-tiba putus. Angin kencang yang sama, kemudian menyeret Aldi sejauh 1.931 kilometer ke laut lepas sebelum diselamatkan kapal berbendera Panama, M.V. Arpeggio di sekitar Pulau Guam di Samudera Pasifik pada 31 Agustus 2018.
Dikutip dari laman The Jakarta Post, situasi hidup mati itu membuat Aldi sempat frustasi. Kepada petugas KJRI Osaka, Fajar Firdaus, Aldi mengaku seringkali menangis. Sebelum diselamatkan M.V. Arpeggio, Aldi sempat meminta pertolongan kepada sejumlah kapal, baik lewat perlengkapan radio yang ada di rakitnya hingga meneriaki langsung kapal-kapal yang lewat. Namun, begitu banyaknya kapal yang mengabaikan permintaan tolongnya membuat Aldi frustasi.
"Dia juga sering menangis ... Tiap kali dia lihat kapal besar, dia merasa senang. Tapi, lebih dari sepuluh kapal lewat, tak ada yang melihatnya," kata Fajar.
Selain bantuan yang enggak kunjung datang, ancaman ikan-ikan raksasa juga membuat Aldi makin panik. Menurut Aldi, ada suatu hari di mana rakitnya di kelilingi oleh ikan-ikan hiu selama sehari penuh. Kepanikan Aldi bertambah ketika persediaan makanan dan minumannya habis di tujuh hari pertama ia terombang-ambing. Meski sempat frustasi, Aldi menolak menyerah.
Dengan persediaan gas dan kompor, Aldi mulai menangkap sejumlah ikan untuk makanannya. Lalu, saat persediaan gasnya habis, Aldi mulai membongkar kayu-kayu di rakitnya untuk dijadikan sebagai kayu bakar. Lalu, guna memenuhi kebutuhan hidrasinya, Aldi mengaku meminum air hujan dan air perasan bajunya sendiri yang telah basah oleh air laut. Nah, di sinilah dilema yang kerap jadi persoalan saat seseorang terdampar di tengah lautan.
Serba salah memang. Di satu sisi, memenuhi kebutuhan air jadi hal yang sangat penting untuk tetap hidup. Namun, di lain sisi, sungguh enggak banyak yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan itu, kecuali menanti hujan. Lalu, bagaimana dengan air laut? Menurut berbagai teori dan panduan keselamatan, meminum air laut adalah hal yang paling dilarang. Selain akan memperparah dehidrasi, pasokan air laut dalam jumlah banyak dapat membuat seseorang gagal ginjal.
Makanya, pengakuan Aldi yang meminum perasan air laut dari bajunya menjadi pertanyaan besar. Mungkinkah Aldi baik-baik saja dengan paparan air laut di dalam tubuhnya? Sebuah penelitian menarik soal ini sempat dilakukan oleh Dr. Alain Bombard di tahun 1952. Saat itu, Bombard berenang menyeberangi lautan Atlantik selama 65 hari. Selama itu juga, Bombard bertahan hidup dengan mengonsumsi ikan mentah, plankton, serta air laut. Hasilnya, Bombard berhasil kembali ke daratan dengan selamat dan mempublikasikan percobaannya itu.
Namun, percobaan gila yang Bombard lakukan mengundang banyak keraguan. Pertama, dalam percobaannya itu, Bombard sendirian, sehingga enggak ada orang lain yang membantunya mengukur kadar pasti air laut yang ia minum. Selain itu, tentu saja, berbagai penelitian dan ilmu medis menunjukkan hal sebaliknya soal paparan air laut di dalam tubuh. Iya, buat kalangan medis, air asin jelas sangat terlarang untuk dikonsumsi, sekalipun dalam kondisi darurat macam yang dialami Aldi atau Dev Patel dalam film --yang kerap disandingkan dengan kisah Aldi--Life of Pi.
Bertahan hidup di lautan
Sebuah teori bertahan hidup di tengah laut yang paling sering dijadikan rujukan adalah teori milik organisasi Pramuka internasional. Teori Pramuka mengenal sebuah istilah STOP yang merupakan akronim dari Stop, Think, Observe, dan Plan. Sesuai dengan teori itu, maka hal pertama yang harus dilakukan ketika terdampar di laut lepas adalah berhenti. Maksud dari berhenti di sini adalah menyimpan energi dan tenang.
Kedua, berpikir apa yang mungkin dapat dilakukan secepatnya. Ketiga, tentu saja mengamati situasi dan kondisi di sekitarmu. Hal ini sangat penting untuk menentukan rencana apa yang akan kamu lakukan untuk tetap hidup, sebagaimana yang menjadi prinsip terakhir dari teori STOP. Nah, jika mau dibedah lebih dalam, prinsip-prinsip dalam STOP ini terdiri dari sejumlah panduan yang harus banget diikuti dengan kedisiplinan.
Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, misalnya. Dalam hal ini, kedisiplinan jadi hal yang sangat penting. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa meminum air laut adalah hal paling dilarang dalam prosedur bertahan hidup ini. Selain air laut, hindarilah meminum urin. Menurut beberapa kisah, begitu banyak orang yang meminum urin untuk memenuhi kebutuhan hidrasi dalam kondisi semacam ini. Hal ini tentu salah.
Seperti halnya air laut, meminum urin juga berpotensi membuat tubuh mengalami dehidrasi. Nah, dalam kondisi ini, cobalah untuk menampung air hujan yang turun sebanyak mungkin di dalam sebuah wadah. Dan ingat, sangat penting untuk memastikan wadah itu enggak terkontaminasi dengan air laut. Selain air hujan, mengambil air dari cairan ikan juga jadi hal yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan hidrasi.
Selain bisa dikonsumsi sebagai sumber makanan, ikan juga menyediakan cairan di dalam daging, mata dan tulang belakang mereka. Cara mengambil cairan di bagian-bagian tersebut, kamu harus memotong ikan hingga terbuka. Lalu, carilah bagian tulang belakangnya dan patahkan hingga cairan di dalamnya bisa kamu hisap. Memang agak sulit untuk melakukan yang satu ini, tapi enggak ada salahnya, toh.
Untuk makan, ikan tentu jadi menu utama dalam kondisi tersebut. Ketersediaan ikan di lautan tentu enggak perlu kamu pikirkan. Yang perlu kamu pikirkan paling-paling adalah cara menangkapnya. Idealnya, kamu memerlukan alat pancing. Kalau enggak ada, buatlah alat pancing dengan tali apapun yang tersedia. Lalu, carilah alat pemotong sebagai pengganti pisau dan alumunium yang kamu kaitkan ke mata pancing sebagai penarik perhatian ikan-ikan di bawah air.
Kalau semua itu enggak ada, carilah sebanyak mungkin rumput laut. Angkut setiap rumput laut yang kamu temukan ke atas tempatmu bernaung. Nah, rumput laut-rumput laut itu bisa kamu gunakan sebagai alat untuk menangkap ikan, kepiting, bahkan udang. Eits, tapi dalam kondisi terdampar kamu enggak dianjurkan untuk banyak makan, lho. Bukan apa-apa, terlalu banyak makan bakal bikin kebutuhan tubuh terhadap air meningkat. Jadi, tipis-tipis saja, friends!
Lalu, jika kamu berada dalam situasi seperti yang dialami Aldi, dikelilingi predator, kamu harus tahu cara untuk menghadapi mereka. Pertama sih tentu saja hindari risiko itu sebisa mungkin. Caranya, jangan menjatuhkan benda apapun ke dalam air agar enggak menarik perhatian predator. Tapi, kalau sudah terlanjur didekati predator, yang kamu perlu lakukan menghindar setenang mungkin. Prinsipnya sama, jangan menarik perhatian.
Tapi, kamu harus tetap menyiapkan senjata. Apapun benda padat yang bisa kamu gunakan untuk melindungi diri. Lalu, jika predator menyerangmu, tujukan seranganmu ke bagian hidung hiu yang diketahui paling sensitif. Jika syukur-syukur kamu punya benda tajam, kamu bisa tusuk langsung bagian mata dan insang hiu.
Terakhir, yang juga sangat penting adalah mengamati lingkunganmu, cari tahu arah mata angin untuk membantumu menyelamatkan diri ke pulau terdekat. Kalau kamu punya kompas, bagus. Kalau enggak, ikuti rasi bintang. Kalau kamu enggak hafal rasi bintang, amatilah timbul dan tenggelamnya matahari. Timur untuk sisi terbit dan barat untuk sisi tenggelamnya matahari.