Kasus Ratna Sarumpaet Upaya Bangun Narasi Antidemokrasi
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding (Tasya/era.id)
Jakarta, era.id - Kebohongan Ratna Sarumpaet yang mengaku menjadi korban penganiayaan menimbulkan banyak kecaman. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menganggap kasus tersebut sebagai salah satu langkah membangun opini bahwa pemerintahan Jokowi tak demokratis.
"Kasus Ratna ini adalah upaya membangun narasi dan juga opini publik bahwa seakan-akan pemerintahan Jokowi ini adalah pemerintahan yang a-demokratis. Pemerintahan yang kerjanya membungkam aktivis demokrasi. Pekerjaannya represif. Itu kalau kita cermati sejak awal," kata Karding kepada wartawan, Kamis (4/10/2018).
Apalagi Ratna Sarumpaet, kata Karding, baru mengakui kalau dirinya bukan dianiaya melainkan menjalani operasi plastik setelah polisi punya rekam jejak dirinya dan secara tegas menyatakan tak ada penganiayaan terhadap aktivis wanita tersebut.
Sehingga, anggota komisi III DPR RI itu menilai, tindakan yang dilakukan Ratna Sarumpaet sebagai langkah untuk mengurangi atau melemahkan citra pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
"Dari sisi persepsi politik, orang bahkan anak kecil pun akan melihat, ini satu rangkaian peristiwa politik yang ujung-ujungnya melemahkan dan mengurangi citra dan elektabilitas Pak Jokowi-Kiai Ma'ruf Amin. Oleh karena itu rangkaian yang dilakukan oleh Pak Prabowo dengan melakukan konferensi pers itu menurut saya, memang harus dilakukan," ungkap Karding.
"Kalau tidak, serangan bola politik yang awalnya diarahkan ke Pak Jokowi itu berbalik mengenai mukanya sendiri," imbuhnya.
Ketua DPP PKB ini juga meminta pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan terhadap berita bohong ini. Termasuk mengusut, apakah Ratna sebagai pelaku pencipta berita hoaks berjalan sendiri atau secara terorganisir melakukan penciptaan dan penyebar hoaks kepada masyarakat. Termasuk, adanya unggahan yang turut menyampaikan berita penganiayaan Ratna Sarumpaet di Twitter oleh sejumlah politisi seperti Fadli Zon, dan anak Amin Rais yaitu Hanum Rais.
"Kita tentu berpikir andai ini tidak ketahuan oleh polisi, maka lain cerita pasti yang menerima penderitaan politik luar biasa, pukulan politik yang luar biasa itu adalah kubu Pak Jokowi, kubu kami," ucapnya.
Supaya kamu tahu, Ratna Sarumpaet mengaku menjadi korban pengeroyokan oleh sejumlah orang pada Jumat (21/9), di Bandung, Jawa Barat. Bak gayung bersambut, kabar ini disebar ramai-ramai oleh tim pemenangan Prabowo-Sandi.
Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandi, Dahnil Simanjuntak bilang, sebelum dikeroyok Ratna sempat dimasukkan ke dalam mobil saat berada di bandara, Bandung. Namun, Polda Jawa Barat memastikan, tidak ada laporan dari Ratna terkait pengeroyokan yang disebut-sebut terjadi di Bandung.
Ilustrasi kolaborasi Audrey dan Mahesa/era.id
Polisi juga sudah mengecek ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dan beberapa rumah sakit di Bandung untuk mencari rumah sakit yang pernah merawat pasien bernama Ratna Sarumpaet. Namun, pihaknya tidak berhasil menemukannya.
Polisi juga telah memastikan tidak ada kegiatan internasional di Bandung pada 21 September di mana Ratna sempat mengaku menghadiri kegiatan internasional sebelum terjadinya penganiayaan. Dan hasil penelusuran polisi lagi, Ratna pada tanggal itu, bukan berada di Bandung, melainkan ada di Rumah Sakit Bina Estetika Menteng.
"Di rumah sakit kami dapat keterangan CCTV pendaftaran pembayaran ibu Ratna Sarumpaet tanggal 21 September jam 17.00 WIB datang tapi tanggal 20 September sudah lakukan pemesanan terlebih dahulu dateng ke RS sudah direncanakan. Jadi ibu Ratna tanggal 20 sudah daftar terlebih dahulu dan tanggal 21 menulis di buku masuk sebagai pasien," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Nico Afinta.