Pinjol Penyelamat atau Laknat, Kamu Kubu Mana?

ERA.id - Indonesia saat ini ketiban pulung karena memasuki era bonus demografi, di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih dominan ketimbang yang tidak produktif (di atas 64 tahun). Sebagian besar berasal dari generasi Z. 

Namun, di tengah gegap gempita bonus demografi ini, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juni 2023, kelompok usia 19-34 tahun (gen Z dan milenial) juga mendominasi kasus kredit macet pinjaman online (pinjol) dengan nilai akumulasi gagal bayar utang sebesar Rp763,65 miliar.

Sementara itu, pada April 2023, pengguna pinjol aktif mencapai 17 juta orang di seluruh Indonesia, dengan utang yang masih berjalan sebesar Rp50,5 triliun. Dari jumlah tadi, sekitar 480 ribu orang tercatat wanprestasi atau menunggak selama 90 hari sejak jatuh tempo.

Data yang terlampir sebelumnya baru berasal dari pinjol legal yang terdaftar di OJK. Di luar itu, korban-korban yang terjerat pinjol ilegal lebih banyak lagi. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan profesi.

“Korban paling besar itu guru, ibu rumah tangga, dan pelajar. Itu salah satu korban tertinggi pinjol ilegal," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (KE PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi dalam acara Literasi Keuangan di Balai Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/7/2023).

Menurut data yang ia paparkan, guru menjadi korban pinjol ilegal paling banyak dengan persentase 42%. Di bawahnya ada korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 21%; ibu rumah tangga 18%; karyawan 9%; pedagang 4%; pelajar 3%; tukang pangkas rambut 2%; dan pengemudi ojek online 1%.

Pada kesempatan lain, perempuan yang akrab disapa Kiki itu menyampaikan beberapa alasan masyarakat memilih pinjol ilegal berdasarkan survei NoLimit Indonesia pada 2021. Pertama, menutupi utang di tempat lain alias “gali lubang tutup lubang”. Kedua, kebutuhan ekonomi. Ketiga, pencairan dana yang cepat. Keempat, memenuhi gaya hidup. Dan terakhir, kebutuhan mendesak.

“Kami sangat menyayangkan gaya hidup menjadi alasan terjebak pinjol, bukan hanya pada anak muda, namun masyarakat pada umumnya,” ujar Kiki dalam keterangan persnya, Selasa (22/11/2022).

Meskipun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pernah menghimbau agar masyarakat yang terlanjur berutang di pinjol ilegal tak membayar tagihannya, tetapi di lapangan masih banyak korban yang dihantui ancaman hingga kekerasan akibat menunggak. Salah satunya dialami Fani yang kami temui akhir tahun lalu.

Korban pinjol hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian

Kamis, (22/12/2022), tim ERA berkunjung ke salah satu rumah di Banten untuk menemui salah seorang narasumber yang mau buka-bukaan tentang kisah kelamnya terjerat pinjol hingga paylater.

Sesampainya dekat lokasi, dari kejauhan tampak tiga pria berbadan tegap menghalangi gerbang rumah. Sementara di balik punggung besar mereka ada seorang perempuan berjilbab yang berbicara dengan tertunduk-tunduk. Ialah narasumber kami, Fani.

Setelah ketiga pria itu pergi, Fani tampak mengelus dada, lalu kami baru mendekat hingga menjangkau jarak pandangnya. Melihat kami datang menggotong kamera, ia langsung mempersilakan kami masuk ke rumahnya yang tampak kurang terurus. Rumput-rumput tumbuh liar hingga sedengkul; plastik-plastik sampah bergelantungan di gerbang besi; di dalam barang-barang ditumpuk seadanya.

Sambil menggendong anak bungsunya dengan selendang, Fani menceritakan awal mula petaka yang menimpanya.

Fani, korban pinjol ilegal, sedang menidurkan anaknya di rumah. (ERA/Muslikhul Afif)

“Awalnya dari kartu kredit, buat beli mobil.” Wajahnya menoleh ke arah garasi, menengok mobil bercat abu-abu yang terparkir di sana. “Waktu itu kan masih kerja, saya pikir cukup buat ngelunasin.”

Ia tak menyangka dunia bakal morat-marit karena pandemi. Begitu virus Covid-19 menyebar di Indonesia dan menebar ketakutan, perempuan berusia kepala tiga itu juga tersingkir dari kantornya. Ia mendadak jadi pengangguran, sedangkan kredit mobilnya terus berjalan. Saat itulah tawaran pinjol ilegal datang dan ia tergoda. Dimulailah lingkaran setan gali lubang tutup lubang yang tak berkesudahan.

Sementara untuk menutupi tagihan pinjolnya, ia menarik uang dari paylater di berbagai aplikasi. Paylater yang biasanya digunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari, ia pakai untuk tarik tunai. Caranya dengan memakai jasa gesek tunai (gestun) yang ia temukan di Instagram.

“Jadi pura-pura beli barang, tapi nanti pihak gestun ini akan men-transfer sejumlah uang sesuai nominal yang saya butuhkan,” cerita Fani.

Untuk gestun paylater ini, Fani menggunakan dua aplikasi, Akulaku dan Traveloka. Batas paylater di Akulaku-nya mencapai Rp7 juta, sedangkan Traveloka di angka Rp11,5 juta. Semuanya ludes ia tarik.

“Awalnya saya pikir saya masih mampu bayar untuk tiap bulannya, ternyata sudah ada kesulitan itu di pertengahan tahun kemarin, sekitar bulan Agustus,” ujarnya.

Rumahnya mulai sering disatroni debt collector, baik dari pihak pinjol ilegal maupun aplikasi paylater, mulai dari yang intimidatif hingga penuh ancaman. Tak hanya itu, para penagih utang tadi juga meneror kantor lamanya.

Wajah penyesalan Fani karena terjebak pinjol. (ERA/Muslikhul Afif)

“Saya takut suami saya tahu, tapi pada akhirnya dia tahu…” mata Fani berkaca-kaca ketika membicarakan keluarganya. Anak di pelukannya baru berusia 3 tahun, dan seperti mengerti kesedihan ibunya, ia merengek bolak-balik.

“Yang akhirnya saya sesalin sampai sekarang itu, harus meminjam uang ke beberapa sepupu dan teman-teman saya. Saking takut sama yang namanya debt collector nagih ke rumah.”

Tagihannya di pinjol ilegal terlunasi dari uang pinjaman tadi. Namun, hubungannya dengan keluarga dan teman-temannya memburuk. Sementara utang-utang paylaternya tak disentuh sama sekali. Ia memutuskan gagal bayar (galbay).

“Rencana saya untuk saat ini, karena memang dananya tidak ada, ya saya masih tetap belum mau bayar,” ujarnya. “Tapi tidak menutup kemungkinan kalau saya memang ada dana lebih, itu akan saya bayar.”

Ketika kami pamit pulang, Fani menawarkan kami jika ada yang mau membeli rumah dan mobilnya. Ia berniat pindah dari sana, jauh dari jangkauan tangan-tangan debt collector.

Kiat terhindar dari jeratan pinjol

Pinjol memang menelan banyak korban. Dalam beberapa kasus, korbannya sampai memutuskan bunuh diri untuk terlepas dari jeratan pinjol, seperti seorang perawat yang ditemukan tewas gantung diri di Surabaya pada 10 September 2022 gara-gara tak mampu membayar cicilan pinjol.

Namun, menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), pinjol sebetulnya juga memiliki sisi positif.

“Sisi positifnya, paylater, pinjol, dan lain sebagainya itu bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi masyarakat yang unbankable, di mana perbankan tidak mau membiayai golongan unbankable. Inilah pasar yang dimasuki oleh paylater maupun pinjol,” ujar Kepala Bidang INDEF Nailul Huda kepada ERA, Senin (31/1/2023).

Sebaliknya, karena itu pula pinjol bisa jadi pisau bermata dua. Sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat, kebanyakan pinjol relatif terlalu mudah untuk digunakan tanpa penyaringan latar belakang pelanggan yang cukup.

“Dari sisi filtering sangat rendah, ini memunculkan istilahnya adalah pembayar yang tidak berkualitas. Artinya pembayar yang dia sebenarnya tidak mampu untuk membayar cicilan, tapi disetujui peminjamannya oleh pihak pinjol,” ujar Nailul. “Inilah yang harus diperhatikan oleh OJK.”

Lalu, bagaimana caranya agar masyarakat tidak terjerat pinjol? Menurut Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo, masyarakat harus bijak dalam memakai jasa pinjol.

Pertama-tama, masyarakat harus memiliki product knowledge yang mendalam saat ingin meminjam lewat pinjol, termasuk memastikan legalitas pinjol yang bisa dicek melalui laman OJK, mencari tahu proses peminjaman dan pencairan dana, mengetahui besaran bunga, denda, hingga cara penagihannya. 

“Jadi harus pahami product knowledge dan risikonya seperti apa,” ujar Rio, Senin (28/8/2023). “Kalau gagal bayar saat jatuh tempo nanti sanksinya seperti apa, dendanya bagaimana, itu yang paling penting.”

Rio mewanti-wanti agar masyarakat tidak sekali-kali meminjam dana melalui pinjol ilegal karena bunga dan dendanya tinggi juga penagihannya yang sering melanggar hukum: mulai dari ancaman, kekerasan, hingga menyebarkan data pribadi.

“Yang terakhir, jangan melakukan pelunasan dengan pinjol yang lain, gali lubang tutup lubang,” ujarnya.

Selain itu, Rio juga menghimbau agar masyarakat tidak mengambil pinjaman dengan cicilan lebih dari 30% pemasukan bulanan. Misalnya, bagi yang bergaji Rp5 juta per bulan, maka nilai pinjaman maksimal yang aman adalah di angka Rp1,5 juta. Jika cicilan lebih dari 30%, berarti keuangan kita tidak sehat.

“Batas-batas tersebut sudah lama ditetapkan oleh bank-bank yang menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam hal kredit. Sebetulnya udah ada di sana, maksimal 30% pinjaman, jangan sampai penghasilan habis buat bayar utang,” tutup Rio.