Mendorong Lahirnya Sistem Antipolitisasi Sekolah
Jakarta, era.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat sistem pelaporan pelanggaran pemilu di ranah pendidikan guna menghindari politisasi di sekolah-sekolah.
“Bawaslu bisa membangun kolaborasi dan kerja sama membangun pengawasan partisipatif di sekolah-sekolah. Kan Bawaslu mempunyai peran dan fungsi menyosialisasikan pengawasan pemilu jadi kegiatan-kegiatan Bawaslu goes to school, Bawaslu menyosialisasi aturan pemilu di sekolah-sekolah,” katanya, saat dihubungi era.id, di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
“Bisa juga mengembangkan sistem pelaporan yang menimbulkan rasa aman dari masyarakat dan pemilih untuk melaporkan segala dugaan pelanggaran, atau potensi penyimpangan yang terjadi di dalam praktik pemilu kita,” tambahnya.
Sebelumnya, beredar soal guru berinisial N di SMAN 87 yang tiba-tiba jadi sorotan setelah dilaporkan mendoktrin murid-muridnya dengan narasi bahwa bencana di Sulawesi Tengah adalah kesalahan Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Titi, sarana pendidikan harus mengandung proporsionalitas dan keseimbangan di dalam memberikan informasi. Maka, enggak boleh ada tuh seharusnya muatan-muantan politik praktis yang disampaikan di sekolah.
“Kenapa fasilitas pendidikan itu harus netral dari politik praktis, ya karena pertama mereka itu bukan entitas politik yang seragam. Pasti ada hubungan yang bisa disalahgunakan untuk menekan pihak yang lebih lemah, dalam hal ini anak didik untuk menuruti kemauan dari pihak yang lebih punya otoriras,” jelasnya.
Kisah ini bermula dari pengaduan seseorang yang mengaku sebagai orang tua murid yang menyebut anaknya telah didoktrin oleh N. Dalam ceritanya, pengadu ini menuturkan, doktrin dilakukan N dengan mengumpulkan murid-muridnya di sebuah masjid.
Di sana, N menunjukkan video dampak gempa di Sulawesi Tengah dan menarasikan bahwa jatuhnya begitu banyak korban di sana adalah akibat kesalahan Jokowi.
Soal ini, kubu Jokowi-Ma'ruf Amin juga sudah angkat suara. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan, sekolah enggak boleh dijadikan tempat kampanye. Makanya, dia minta agar otoritas terkait menyelidiki, apakah ada gerilya politik di balik tindakan tersebut.
"Saya kira yang perlu dicek, jangan sampai apa yang dilakukan guru N ini adalah instruksi dari Disdik atau gerilya politik yang dilakukan pihak-pihak tertentu yang menyebar ke sekolah-sekolah, khususnya di Jakarta," kata Karding, Rabu (10/10).