Pensiunkan PLTU Batu Bara Butuh Rp569 Triliun, untuk Apa Saja dan Siapa yang Menanggung?

ERA.id - Manajer Program Transformasi Energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menyatakan wacana "pemensiunan dini" atau penghentian operasi PLTU juga perlu perhitungan dari sisi benefit.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa langsung mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara menyusul sejumlah risiko yang dihadapi, termasuk biayanya yang sangat besar.

"Seluruh kalangan harus melihat solusi secara holistik dalam mempensiunkan PLTU. Pengutamaan benefit dalam solusi tersebut harus diperhitungkan agar pemenuhan energi sistem kelistrikan terjaga,” katanya melalui keterangannya di Jakarta dikutip dari Antara, Rabu (13/9/2023).

Pemerintah Indonesia, lanjutnya, sepakat untuk mempensiunkan PLTU batu bara dan beralih ke energi bersih, namun harus secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan.

Dia mengungkapkan analisis dari lembaga kajian TransitionZero menyebutkan bahwa kebutuhan dana untuk mempensiunkan 118 PLTU batu bara di Indonesia cukup besar yakni 37 miliar dolar AS atau setara Rp569 triliun.

"Kita tidak bisa secara tiba-tiba mempensiunkan PLTU hanya atas dasar transisi energi. Terus yang menanggung (biaya) siapa?," ujar Deon.

Pembangkitan listrik dengan batu bara, lanjutnya, sudah memanfaatkan Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari PLTU guna menggerakkan roda ekonomi masyarakat serta membangun infrastruktur desa di sekitar PLTU, seperti jalan, jembatan, paving untuk pencegah banjir, dan tetrapod untuk penahan abrasi.

Sebelumnya saat mengikuti rangkaian Paris Summit 2023 Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan sejumlah tantangan untuk memensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di antaranya menyangkut cost of borrowing yang terhitung masih tinggi.

"Selain itu, investasi dalam infrastruktur untuk mendistribusikan energi juga perlu menjadi perhatian," ujar Menkeu.