Sulut Urutan Kedua Rawan Potensi Tindak Pidana Perdagangan Orang, Terkait dengan Segitiga Emas Kamboja
ERA.id - Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Steven Kandouw mengatakan, provinsi ujung utara Sulawesi tersebut urutan kedua rawan potensi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) setelah Sumatera Utara.
"Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Utara, yang punya masalah TPPO di sektor judi online, secara khusus di segitiga emas Kamboja, Myanmar, Laos, ada 76 orang dan bahkan satu orang pulang sudah tidak bernyawa lagi," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (5/10/2023).
TPPO ini, kata Wagub, adalah salah satu poin yang selalu disentil Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet mingguan tiap hari Senin baik daring atau langsung selain stunting dan inflasi.
Karena itu, Wagub memberikan apresiasi Dinas P3AD Sulut dan Kemenko Polhukam RI yang menggelar 'Rakor Perlindungan WNI di Luar Negeri: Penguatan Koordinasi dan Peran Pemda Dalam Upaya Pencegahan Kasus-Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Sektor Judi Online/Online Scam' tersebut.
"Ini menjadi catatan khusus untuk kita semua, makanya saya pikir itu yang melatarbelakangi ibu deputi dan rombongan Kemenko Polhukam datang ke sini untuk memberi pencerahan bagi kita semua di sini baik 'stakeholder' dan masyarakat untuk mengantisipasinya," ujarnya.
Menurut Wagub, TPPO di Sulut kebanyakan hanya masalah regional terutama kaum perempuan yang dijanjikan pekerjaan dan ternyata disalahgunakan.
"Mereka di eksploitasi, biasanya di daerah-daerah Indonesia bagian timur seperti di Papua, Maluku dan sebagian kecil di Pulau Jawa," ujarnya.
TPPO yang secara khusus di sektor judi online, menurut Wagub, adalah potensi yang muncul dan sangat merugikan anak-anak bangsa di Sulawesi Utara.
Mirisnya lagi menurut Ketua DPRD Sulut periode 2014-2015 tersebut, ternyata yang terkena terjerat dengan praktek-praktek ini adalah dari keluarga berada, punya latar belakang pendidikan dan mapan.
"Kalau pola yang dulu adalah kaum perempuan karena memang orang susah dari keluarga miskin. Tapi sekarang anomali yang sangat terasa adalah dari keluarga berada, punya latar belakang pendidikan dan mapan," ujarnya.
Tapi karena dengan mendapatkan pendapatan yang berkali-kali lipat, akhirnya luluh juga.
"Ini karena ketidakmampuan mengontrol impuls, impuls itu keinginan-keinginan, tawaran-tawaran sesaat yang tidak bisa dikontrol akhirnya jadi seperti itu," katanya menambahkan.
Wagub menceritakan, ada seseorang yang ternyata sudah sekolah notaris dan masih menunggu penempatan, kemudian ditawari gaji Rp50 juta, sudah berkeluarga pula, orang tuanya mapan, tapi bisa juga terpengaruh.
"Karena itu, tidak ada jalan lain selain pemerintah harus hadir," ujarnya.