BP Batam Klaim Sebagai Pemegang HPL Rempang, Sebut Dasarnya Keppres Tahun 1992 dan PP Tahun 2011
ERA.id - Badan Pengusahaan (BP) Batam memberikan penjelasan terkait status pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di kawasan Pulau Rempang dan Pulau Galang.
Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menegaskan bahwa kawasan Rempang dan Galang adalah wilayah kerja dari BP Batam.
"Karena kawasan tersebut masuk wilayah kerja BP Batam, sehingga HPL Pulau Rempang berada di BP Batam," ujarnya dari keterangan yang diterima di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) dikutip dari Antara, Kamis (5/10/2023).
Penjelasan tersebut, kata dia, terkait penetapan proyek strategis nasional tahun 2023 yakni pengembangan Rempang Eco City yang akan berdiri di atas lahan seluas 8.142 hektare dari 17.600 hektare luas lahan di Pulau Rempang.
Ia menjelaskan ketentuan itu sudah ditetapkan oleh pemerintah sejak mengoptimalkan Batam menjadi kawasan industri dengan dibentuknya Otorita Batam. Landasan hukum yang digunakan yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1974.
Dalam peraturan itu, kata dia, seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Otorita Batam yang kemudian berubah menjadi BP Batam pada tahun 2007.
Sembilan belas tahun kemudian, berdasarkan Keppres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992, Presiden Soeharto memutuskan wilayah lingkungan kerja daerah industri Pulau Batam ditambah dengan Pulau Rempang dan Pulau Galang.
Dengan adanya landasan hukum tersebut, kata dia, BP Batam kemudian membangun enam jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Pembangunan jembatan dimulai pada tahun 1992 hingga tahun 1998 dengan biaya pembangunan jembatan senilai Rp400 miliar.
"Jadi berdasarkan Keppres 28 tahun 1992 itu, sudah jelas bahwa wilayah kerja BP Batam tidak hanya di Batam saja, tapi sampai ke wilayah Rempang dan Galang," kata Ariastuty.
Selain Keppres 28 tahun 1992, BP Batam sebagai pengelola wilayah Rempang dan Galang juga diperkuat dengan diterbitkannya PP Nomor 5 tahun 2011, tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang menyebutkan kawasan itu meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru, Pulau Janda Berhias dan gugusannya.
Selain itu PP itu juga menyebutkan pengelolaan, pengembangan dan pembangunan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dilaksanakan oleh BP Batam.
"Atas dasar Keppres 28 tahun 1992 dan PP Nomor 5 tahun 2011 tersebut sudah jelas BP Batam diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengelola kawasan Rempang dan Galang," ucapnya.
Karena itu, lanjutnya, jika lahan Rempang dan Galang diberikan kepada investor, maka harus diterbitkan sertifikat HPL oleh Kementerian ATR/BPN kepada BP Batam sebagai dasar penerbitan PL dari BP Batam kepada investor.
"Jika investor yang mau masuk ke Rempang atau Galang harus mengajukan ke BP Batam karena investor mendapatkan pengalokasian di atas lahan HPL BP Batam. Untuk prosesnya sama seperti mengajukan alokasi lahan di Batam," jelasnya.
Dia menambahkan saat ini lahan yang dialokasikan ada masyarakatnya, sehingga masyarakat yang terdampak dari Rempang Eco City diberi kompensasi yang menguntungkan untuk bergeser ke tempat baru yang lebih tertata.
Pergeseran ini demi kemajuan dan kesejahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang, sejalan dengan suksesnya kegiatan investasi di Rempang Eco City.