Mahfud MD Jelaskan Duduk Perkara Konflik Lahan Pulau Rempang yang Berujung Bentrok
ERA.id - Pada Kamis (7/9/2023) terjadi bentrokan antara warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dengan aparat gabungan TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam. Duduk perkara konflik lahan Pulau Rempang adalah rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City di kawasan tersebut.
Rencana pembangunan telah ada sejak 2004. Pada masa tersebut pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam melakukan kerja sama dengan PT. Makmur Elok Graha.
Pembangunan Rempang Eco City termasuk Program Strategis Nasional tahun 2023. Hal ini sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023. Proyek ini ditargetkan mampu menarik investasi hingga Rp381 triliun pada 2080.
Selain itu, wilayah Rempang akan dijadikan lokasi pendirian pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik Xinyi Group, perusahaan China. Diperkirakan, investasi proyek tersebut menyentuh angka 11,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp174 triliun.
Berdasarkan situs web resmi BP Batam, proyek tersebut akan menggunakan lahan Pulau Rempang seluas 7.572 hektare atau 45,89 persen dari seluruh lahan Pulau Rempang. Akibatnya, masyarakat sekitar mesti direlokasi. Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, menyebut pemerintah akan menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi sebagai bentuk kompensasi.
Penolakan Warga terhadap Pembangunan Rempang Eco City
Masyarakat menolak rencana pembangunan Rempang Eco City dan berujung bentrokan antara warga dengan aparat gabungan pada 7 September 2023. Warga menolak pengukuran lahan oleh BP Batam.
Dalam kondisi yang tidak kondusif, polisi menembakkan gas air mata. Hal tersebut rupanya juga berdampak pada masyarakat yang tak terlibat bentrok. Gas air mata terbawa angin dan mengenai anak-anak yang sedang belajar di sekolah. Mereka kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Selain itu, berdasarkan video unggahan akun X (Twitter) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), beberapa warga mengalami luka. Ada pula yang diangkut ke mobil berjeruji. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, telah mengonfirmasi video tersebut.
Duduk Perkara Konflik Lahan Pulau Rempang Berjudung Bentrok
Menurut Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, tindakan yang dilakukan oleh aparat gabungan di Pulau Rempang bukan bentuk penggusuran, melainkan pengosongan lahan sebab negara telah memebrikan hak atas lahan tersebut kepada pihak perusahaan sejak 2001 dan 2002. Dia pun menjelaskan duduk perkara konflik lahan Pulau Rempang.
“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha,” jelas Mahfud MD, seperti dilansir Antara, Jumat (8/9/2023).
Dia mengatakan, tanah tersebut belum digarap dan ditengok sebelum investor masuk. Sejak 2004, hak atas penggunaan lahan di pulau tersebut diberikan kepada pihak lain untuk ditempati.
Mahfud mengatakan, kondisi menjadi rumit saat investor masuk ke Pulau Rempang pada 2022. Saat pihak pemegang hak lahan datang, tanah di Pulau Rempang telah ditempati.
“Kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK,” jelasnya.
Kesalahan tersebut lantas diluruskan sehingga hak atas lahan tersebut masih dimiliki oleh entitas perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002.
“Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan. Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi. Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun,” jelas Mahfud MD.
Ketika ditanya soal status tanah yang kemungkinan adalah tanah ulayat, Mahfud MD tak memberikan kejelasan.
“Gak tahu saya. Gak tahu. Pokoknya proses itu secara sah sudah dikeluarkan oleh pemerintah,” lanjutnya.
Dia mengatakan, jika ada tanah ulayat di kawasan tersebut maka datanya kemungkinan ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Itulah penjelasan Mahfud MD mengenai duduk perkara konflik lahan Pulau Rempang. Untuk mendapatkan informasi lain, ikuti terus Era.id.