Alasan MK Putuskan Kepala Daerah Bisa Jadi Cawapres, Syarat Batas Usia Tanpa Syarat Alternatif Dianggap Ketidakadilan
ERA.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah.
Gugatan dengan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dikutip dari salinan resmi putusan MK, dijelaskan pertimbangan MK mengabulkan gugatan tersebut.
"Mengingat batas usia ini tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945, namun dengan melihat praktik di berbagai negara memungkinkan presiden dan wakil presiden atau kepala negara/pemerintahan dipercayakan kepada sosok/figur yang berusia di bawah 40 tahun," bunyi putusan tersebut dikutip Senin (16/10/2023).
MK juga merujuk pada masa pemerintahan RIS (30 tahun) maupun di masa reformasi, in casu UU 48/2008 telah pernah mengatur batas usia presiden dan wakil presiden minimal 35 (tiga puluh lima) tahun. Sehingga, MK memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada generasi muda atau generasi milenial untuk dapat berkiprah dalam konstestasi
pemilu untuk dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden.
"Menurut batas penalaran yang wajar, memberi pemaknaan terhadap batas usia tidak hanya secara tunggal namun seyogianya mengakomodir syarat lain yang disetarakan dengan usia yang dapat menunjukkan kelayakan dan kapasitas seseorang untuk dapat turut serta dalam kontestasi sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dalam rangka
meningkatkan kualitas demokrasi," tulis putusan MK.
Lebih lanjut, MK tak ingin syarat capres dan cawapres hanya dilekatkan pada usia. Tapi juga pada syarat pengalaman pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu. Sehingga syarat minimalnya ada kematangan dan pengalaman karena terbukti pernah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara.
MK juga mengutip data Badan Pusat Statistik Tahun2022, terdapat sekitar 21,974 juta jiwa penduduk rentang usia 30-34 tahun, dan 21,046 juta jiwa penduduk rentang usia 35-39 tahun (Statistik Indonesia 2022, Badan Pusat Statistik, hlm. 91). Menurutnya, batasan syarat usia minimum 40 tahun berpotensi merugikan hak konstitusional generasi muda. Sehingga, hal ini menjadi konsekuensi logis bagi generasi muda ikut dalam kontestasi pemilu presiden.
"Setidak-tidaknya, keberadaan sumber daya generasi muda tidak terhalangi oleh sistem yang berlaku dalam kontestasi menuju pemilihan umum sebagai sarana demokrasi untuk mendapatkan pemimpin nasional. Figur generasi muda yang berpengalaman dalam jabatan elected officials sudah sepantasnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam
pemerintahan tanpa memandang batas usia minimal lagi," katanya.
Selanjutnya, MK juga berpendapat pilpres memiliki rumpun yang sama dengan jabatan elected officials lainnya. Sehingga pembatasan usia tanpa dibuka syarat alternatif dianggap sebagai ketidakadilan yang intolerable dalam kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
"Kepala daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon
pemimpin nasional," katanya.