Gejala Covid 19 Varian Eris EG5 Secara Khusus Lebih Susah Ditebak
ERA.id - Munculnya subvarian baru virus corona, Eris atau EG.5 dan EG.2, telah menjadi perhatian serius. Indonesia termasuk negara yang mengalami peningkatan kasus yang signifikan, lantas apa saja gejala covid 19 varian eris EG5?
Artikel ini akan membahas secara rinci gejala dan karakteristik khusus dari varian Eris atau EG.5, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang ancaman yang dihadapi masyarakat terkait pandemi Covid 19 di Indonesia.
Gejala Covid 19 Varian Eris EG5
Meskipun belum ada data yang kuat tentang jenis gejala yang dialami orang-orang yang terinfeksi, namun dilansir dari Health para dokter telah melaporkan bahwa sebagian besar gejala COVID-19 yang terjadi cenderung ringan atau umum.
Kristina K. Bryant, MD, seorang spesialis penyakit menular anak di Norton Children's Infectious Diseases, mengatakan sebagian besar melihat pasien dengan gejala Eris EG5 mirip dengan subvarian Omicron sebelumnya.
Gejala tersebut terutama melibatkan keluhan saluran pernapasan atas, seperti sakit tenggorokan, batuk, sumbatan, dan pilek.
"Beberapa orang bahkan mengatakan mereka pikir mereka alergi," kata Bryant. "Namun, EG.5 perlu diawasi. Itu adalah subvarian dominan."
Orang yang terinfeksi COVID-19 varian Eris EG5 melaporkan berbagai gejala, mulai dari ringan hingga penyakit yang parah. Berikut gejala yang paling umum dilaporkan meliputi:
- Demam atau menggigil
- Batuk
- Sesak napas atau kesulitan bernapas
- Kelelahan
- Nyeri otot atau tubuh
- Sakit kepala
- Hilangnya indera perasa atau penciuman baru
- Sakit tenggorokan
- Kongesti atau hidung berair
- Mual atau muntah
- Diare
Gejala COVID-19 Kini Menjadi Tidak Terlalu Umum
Seiring mutasi virus SARS-CoV-2 selama pandemi, beberapa gejala menjadi lebih umum, sementara yang lain menjadi kurang umum. Namun, secara umum, virus ini masih secara utama mempengaruhi sistem pernapasan.
"Gejala klinis COVID (gambaran secara umum klinisnya) sepertinya cukup sama dari awal hingga akhir dan menyerupai influenza dan RSV," kata William Schaffner, MD, profesor kedokteran pencegahan dan penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center Nashville.
"Dampak utama dari virus ini adalah pada saluran pernapasan, terutama paru-paru, dan paru-paru hanya dapat merespons dengan beberapa cara." imbuhnya.
Ketika virus muncul pada tahun 2020, kehilangan indera perasa dan penciuman merupakan gejala umum. Sekarang, lebih dari tiga tahun kemudian, gejala khusus tersebut telah menurun secara signifikan.
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Otolaryngology—Head and Neck Surgery menemukan bahwa risiko kehilangan indera perasa dan penciuman dari varian omikron COVID-19 saat ini adalah 6–7 persen.
Untuk itu kedepannya, kemungkinan kehilangan indera perasa dan penciuman mungkin tidak lagi dapat memprediksi diagnosis COVID-19. Selain itu, gejala gastrointestinal, seperti mual, muntah, dan diare, tampaknya menjadi lebih jarang seiring berjalannya waktu.
Dokter juga melaporkan jumlah kasus Sindrom Inflamasi Multisistem pada Anak (MIS-C) yang lebih sedikit. CDC melaporkan bahwa pada tahun 2020, MIS-C terjadi pada 1 dari sekitar 3.000 hingga 4.000 anak dan remaja yang terinfeksi SARS-CoV-2. Kondisi ini menjadi lebih jarang sejak awal pandemi.
Penurunan MIS-C tersebut dapat disebabkan lantaran banyak anak telah terpapar COVID-19 atau telah divaksinasi, kata Schaffner.
Selain gejala covid 19 varian eris EG5, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…