Risiko Melakukan Terapi Ikan, Pahami Sebelum Mencobanya
ERA.id - Terapi ikan atau fish pedicure jadi salah satu terapi yang cukup tren bagi masyarakat Indonesia. Terapi ikan biasanya dilakukan dengan memanfaatkan ikan Garra rufa alias doctor fish—dari Timur Tengah.
Terapi ikan dipercaya memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan kulit kaki, seperti melembutkan kapalan, menghilangkan kutikula gelap, dan meningkatkan sirkulasi darah. Namun, sebenarnya ada pula risiko melakukan terapi ikan.
Metode yang ditunakan dalam terapi ikan sangat sederhana. Pasien hanya perlu memasukkan kakinya ke kolam berisi ikan-ikan Garra rufa. Ikan-ikan itu secara alamiah akan mendatangi kaki pasien dan memakan sel kulit mati yang ada pada kaki tersebut.
Pasien tidak akan merasakan sakit saat kakinya digigiti ikan. Meski demikian, ada beberapa risiko yang bisa ditimbulkan akibat aktivitas ini. Dirangkum dari Cleveland Clinic, berikut adalah rinciannya.
Berbagai Risiko Melakukan Terapi Ikan atau Fish Pedicure
Luka di kuku
Secara umum, ikan Gura ruga akan menggigit atau memakan kulit kering dan kulit mati. Namun, pernah terjadi suatu kasus seorang wanita berusia 20-an mengaku mengalami cedera kuku parah usai terapi ikan.
Selama terapi berlangsung, wanita ini tidak merasakan nyeri sama sekali. Dia baru sadar ada yang salah dengan kakinya saat kuku barunya tumbuh, sekitar tiga hingga enam bulan setelah terapi. Pada kasus ini, gigitan ikan bisa memicu trauma yang menghentikan produksi lempeng kuku kaki.
Si wanita kemudian didiagnosis mengalami onikomadesis, yaitu kondisi yang menyebabkan kuku rontok lalu terkelupas sendiri. Menurut Shilpi Khetarpal, dokter kulit, ikan-ikan dalam terapi ikan sebenarnya mengunyah kutikula kuku kaki. Jika hal ini didiamkan maka lempeng kuku kaki bisa terkikis dan berisiko pada lepasnya kuku kaki.
Infeksi
Dalam rangka menekan biaya produksi, pemilik jasa terapi biasanya menggunakan ikan yang sama berkali-kali kepada pelanggan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, terdapat risiko penyebaran infeksi.
Berdasarkan pengujian di Eropa pada 2011, ikan Garra rufa memiliki strain Streptococcus Agalactaie group B yang bisa memicu pneumonia dan infeksi tulang serta sendi.
Ikan Garra rufa “palsu”
Ada risiko sebuah kolam tidak hanya berisiko ikan Garra rufa, tapi juga ikan chin-chin. Ini adalah ikan asal China yang harganya lebih murah dari Garra rufa dan sangat mirip dengan Garra rufa.
Ikan ini terbilang lebih agresif daripada Garra rufa. Selain itu, mereka punya gigi yang tajam. Risiko infeksi pada pasien bisa meningkat jika digigit ikan-ikan ini.
Kejam
Praktik terapi ikan juga dinilai cukup kejam bagi ikan. Ikan yang bertugas sebagai terapis dibiarkan lapar sehingga mau memakan kulit mati pada kaki manusia.
Risiko terhadap lingkungan
Berdasarkan U.S. Fish and Wildlife Service, ikan Garra rufa bisa berbahaya bagi tanaman dan binatang lain jika dilepasliarkan. Itu karena Garra rufa bukan ikan asli Indonesia dan hal tersebut bisa mengancam ekosistem perairan Indonesia.
Itulah beberapa risiko melakukan terapi ikan. Untuk mendapatkan info menarik lainnya, ikuti terus Era.id.