Agung Tepis Ada Kubu-kubuan di Golkar

Jakarta, era.id - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menepis anggapan Presiden Joko Widodo yang mengatakan Partai Golkar memiliki sejumlah kubu besar. Menurutnya, tujuh konsolidasi selama tiga tahun terakhir terkait demokrasi yang tumbuh subur di internal Golkar.

"Saya katakan tidak. Saya menolak kalau turbelensi dalam partai akibat adanya faksi-faksi. Faksi-faksi diberbagai partai-partai di dunia itu sesuatu hal yang lumrah, bahkan bisa membangun suatu dinamika yang terjaminnya demokrasi di partai, karena ada perbedaan pandangan," ujar Agung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).

Menurut Agung, adanya faksi atau kelompok di dalam partai sangat lazim terjadi. Dia menilai, faksi merupakan proses pendewasaan partai dalam menerima perbedaan pendapat, tetapi dengan mekanisme penyelesaian berdasarkan keputusan bersama.  

Perbedaan pandangan antar kader yang dianggap faksi-faksi, kata Agung, terkait posisi Setya Novanto yang sebelumnya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar meski terjerat kasus korupsi pengadaan e-KTP.

"Sekarang ini bukan karena kasus partai, tetapi karena kasus yang menimpa ketua umum kami, Setya Novanto. Jadi saya kira tidak ada hubungan dengan faksi-faksi," terangnya.

Dipilihnya Airlangga sebagai ketua umum diharapkan Agung dapat merangkul perbedaan pendapat yang kerap muncul di dalam internal partai. Agung yakin partainya akan berkembang, lantaran sosok Airlangga yang taat dengan mekanisme dan AD/ART Partai Golkar.

"Sepanjang pimpinan partai sekarang terpilih, Pak Airlangga Hartarto menjalankan roda organisasi dengan menjaga mesin-mesin partai sedemikian rupa. Sesuai aturan-aturan yang ada, sesuai ketentuan yang ada, dan berbasiskan AD/ART. Saya yakin tidak ada turbulensi yang terjadi selama ini," katanya.

Jika muncul gesekan antar kepentingan tanpa penyelesaian mekanisme partai, Agung menilai, hal itu bersumber dari sosok yang ingin memecah belah internal Golkar.

"Kalau sudah ada engineering-engineering, atau rekayasa-rekayasa demi kepentingan partai di situlah muncul. Mudah-mudahan saya percaya Pak Airlangga Hartarto tidak seperti itu," tutupnya. (Mery)

Tag: