Luhut Bilang Film 'Dirty Vote' Garapan Dandhy Laksono Banyak Bohongnya

ERA.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut bahwa banyak kebohongan dalam film dokumenter "Dirty Vote".

"Itu yang membuat film Dirty Vote itu kan sama juga yang membuat (film) 'Sexy Killers' ya 2019. Ternyata diurai ya banyak bohongnya. Jadi sayang juga sebenarnya kita menebar kebohongan," kata Luhut Panjaitan usai mencoblos di TPS 14 Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, Rabu (14/2/2024).

Adapun film dokumenter "Dirty Vote" merupakan film yang disutradarai oleh jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono di bawah rumah produksi Watchdoc. Film tersebut dirilis di YouTube pada 11 Februari 2024, persis tiga hari menjelang Pemilu 2024 yang mengungkapkan adanya sejumlah dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.

Sementara itu, film "Sexy Killers" merupakan film dokumenter yang dirilis pada 2019 lalu oleh sutradara yang sama Dandhy Laksono. Film "Sexy Killers" mengungkap keberadaan elite politik dan jenderal TNI di balik kepemilikan tambang batu bara serta operasional PLTU di Indonesia.

Luhut Panjaitan membantah bahwa ada kecurangan dalam proses Pemilihan Umum tahun 2024. Hal tersebut lantaran ada pengawasan yang ketat dari penyelenggara Pemilu, sehingga tidak ada potensi kecurangan.

"Siapa sih sekarang mau curang? Semua saling ngawasin kok, ya kan? Saling mengawasi. Jadi ya, kecurangan itu hampir tidak ada lah," katanya.

Sutradara film dokumenter "Dirty Vote" Dandhy Laksono sendiri menyatakan film yang dipandu oleh tiga pakar hukum tata negara yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari merupakan bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

Dandy menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.

Pembuatan film itu pun melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.