Ukraina akan Kalah Perang dengan Rusia Tanpa Bantuan Militer AS

ERA.id - Pemimpin Mayoritas Senat Amerika Serikat (AS), Chuck Schumer pada Jumat (23/2) mengungkapkan fakta baru terkait konflik antara Ukraina dan Rusia. 

Schumer menyampaikan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengaku kepadanya bahwa Ukraina akan kalah dalam konflik dengan Rusia tanpa bantuan militer AS.

"Presiden Zelenskyy mengatakan kepada saya dan delegasi kami bahwa Ukraina akan kalah perang dengan konsekuensi yang mengerikan bagi rakyat Ukraina, AS, dan demokrasi & kebebasan tanpa bantuan penting ini," tulis Schumer di X.

Ketua DPR AS Mike Johnson dan DPR AS harus mengesahkan rancangan undang-undang keamanan nasional Senat sesegera mungkin, lanjut Schumer.

Pada saat itu, Schumer sedang melakukan kunjungan ke Ukraina untuk peringatan tahun kedua operasi militer khusus Rusia.

Delegasi dari Kongres AS tersebut juga mencakup para senator yaitu Jack Reed, Michael Bennet, Richard Blumenthal, dan Maggie Hassan, yang bertemu dengan Zelenskyy.

Kunjungan ini dilakukan setelah Senat AS meloloskan rancangan undang-undang pendanaan tambahan sebesar 95 miliar dolar AS (sekitar Rp1,48 kuadriliun) dengan tambahan bantuan Ukraina sebesar 60 miliar dolar (sekitar Rp935,64 triliun) dan bantuan keamanan sebesar 14,1 miliar (sekitar Rp219,87 triliun) untuk Israel, tetapi tidak ada langkah-langkah keamanan perbatasan.

Ketua DPR AS Mike Johnson mengatakan bahwa majelis rendah tidak memiliki rencana untuk mempertimbangkan undang-undang yang berlaku saat ini setelah Senat dinilai gagal mengusulkan ketentuan keamanan perbatasan yang "memadai".

Awal bulan ini, Anggota DPR AS Anna Paulina Luna merancang Undang-Undang SCHUMER (Singkatan berbahasa Inggris yang dapat diterjemahkan menjadi Senator Dapat Membantu Mendukung Keterlibatan dan Kesiapan Militer), sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan anggota Kongres yang mengadvokasi bantuan militer ke Ukraina untuk bertugas di garis depan konflik.

Rusia secara konsisten memperingatkan agar tidak melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina, dengan mengatakan bahwa hal itu hanya akan memperpanjang konflik.

Moskow juga melihat bahwa konflik Ukraina adalah perang hibrida yang dipimpin oleh Amerika Serikat.