Aksi Mogok Kerja Dokter, Presiden Korea Selatan: Ini Bukan Negosiasi atau Kompromi!
ERA.id - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan mempertahankan keputusannya untuk meningkatkan jumlah siswa baru di sekolah kedokteran. Keputusan Yoon ini muncul di tengah aksi mogok kerja ribuan dokter di Korea Selatan.
Yoon menegaskan keputusan untuk menambah 2.000 kuota mahasiswa baru kedokteran bukanlah soal negosiasi ataupun kompromi. Dia juga tidak membenarkan aksi mogok kerja ribuan dokter terkait rencana tersebut.
"Ini bukan soal negosiasi atau kompromi. Sulit untuk membenarkan (aksi mogok), dalam keadaan apa pun, tindakan kolektif yang menyandera kesehatan dan nyawa masyarakat serta mengancam nyawa dan keselamatan manusia," kata Yoon, dikutip Reuters, Rabu (28/2/2024).
Lebih dari 9.000 dokter muda atau sekitar dua pertiga dari jumlah total dokter magang di Korea Selatan mengundurkan diri pekan lalu. Aksi ini telah menyebabkan perselisihan dan mulai mengganggu rantai pasokan serta mengancam industri-industri utama.
Pada hari Selasa, otoritas kesehatan memberikan hak kepada perawat untuk melakukan beberapa prosedur medis yang biasanya dilakukan oleh dokter. Hal ini karena pihak berwenang berupaya meringankan beban staf rumah sakit imbas dari aksi mogok tersebut.
“Kami menganggapnya positif, karena pemerintah memberikan perlindungan kepada perawat,” kata seorang pejabat di Asosiasi Keperawatan Korea, yang menolak disebutkan namanya karena pendapatnya.
Pemogokan tersebut telah mengganggu layanan di rumah sakit-rumah sakit besar, di mana ruang gawat darurat telah menolak pasien dan beberapa operasi serta prosedur lainnya telah dibatalkan atau ditunda.
Beberapa dokter senior dan praktisi swasta belum ikut dalam aksi mogok tersebut, namun mereka mengadakan aksi unjuk rasa untuk mendesak pemerintah agar membatalkan rencana tersebut.
Wakil Menteri Kesehatan Park Min-soo mengulangi permohonannya kepada para dokter muda yang ikut dalam aksi mogok tersebut agar kembali bekerja pada tanggal 29 Februari sehingga mereka dapat terhindar dari hukuman termasuk penangguhan izin dan kemungkinan penuntutan dan penangkapan.
Park mengatakan pemerintah telah melakukan tinjauan hukum yang menyimpulkan bahwa pemerintah mempunyai hak untuk membatasi tindakan dokter demi kepentingan publik, sehingga memicu keberatan dari beberapa dokter senior.
"Ini adalah penyalahgunaan kekuasaan. Ini adalah langkah mundur bagi demokrasi" kata Chung Jin-haeng, seorang profesor kedokteran di Universitas Nasional Seoul.
Terkait desakan perlindungan hukum untuk para dokter atas dugaan malpraktek, Menteri Kesehatan Cho Kyoo-hong mengatakan pemerintah mempercepat upaya untuk membuat undang-undang tersebut. Nantinya undang-undang itu akan memungkinkan pasien dengan cepat menerima kompensasi atas prosedur medis yang salah.