Disebut Salah Kamar, Kubu Ganjar-Mahfud: Mereka Tidak Teliti Membaca
ERA.id - Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis membantah tudingan Tim Pembela Prabowo-Gibran yang menyebut gugatan sengketa Pilpres 2024 yang dilayangkan pihaknya ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebagai permohonan salah kamar.
"Saya monolak disebut salah kamar," kata Todung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).
Dia mengatakan, MK harus menyelesaikan semua sengketa pilpres, tidak hanya yang berkaitan dengan perbedaan perolehan suara saja.
Hal itu menurutnya tercantum dalam Pasal 24C UUD 1945.
"Mahkamah Konstitusi itu harus menyelesaikan semua sengketa pilpres, dalam arti yang seluas-luasnya. Jadi tidak semata-mata menyelesaikan persoalan perolehan suara dan perbedaan perolehan suara," ucapnya.
Todung lantas menyindir Tim Pembela Prabowo-Gibran tak teliti membaca frasa MK dalam pasal yang disebutkannya.
Dia bilang, dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), tetap bisa diterima MK.
"Jadi, menurut saya, mereka yang tidak teliti membaca itu. Menganggap bahwa ya itu hanya persoalan suara dan perbedaan perolehan suara, tapi sebetulnya tidak," katanya.
"TSM itu masuk dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan menyelesaikannya," imbuhnya.
Sebelumnya, Tim Pembela Prabowo-Gibran menyebut permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan kubu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo "salah kamar".
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Otto Hasibuan dalam sidang gugatan sengketa PHPU Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).
"Kita tahu perkara ini seharusnya tidak diajukan ke MK melainkan ke Bawaslu karena isi permohonan tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, khususnya Pasal 475 UU Pemilu. Sehingga dapatlah dikatakan permohonan permohonan tersebut adalah salah kamar," ujar Otto.
Dia juga mengkritik petitum yang diajukan para pemohon karena melebar ke mana-mana dan tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di MK.
"(Pemohon) menyasar ke mana-mana sehingga terkesan permohonan tersebut seperti 'petitum sapu jagat' karena pihak-pihak yang tidak dalam pihak perkara ini dimintakan untuk diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk dihukum," ucap Otto.