Riset Ungkap Keuntungan Pekerjakan Karyawan Perempuan, Bikin Perusahaan Profit?
ERA.id - Kesetaraan gender di dunia kerja masih saja menjadi tantangan yang sering ditemui di lapangan.
Salah satu yang paling terlihat adalah perbedaan jumlah karyawan perempuan dan laki-laki di suatu perusahaan atau bahkan preferensi pemangku kebijakan dalam merekrut karyawan pria atau perempuan.
Padahal faktanya, perusahaan yang memiliki kesetaraan yang berimbang terkait dengan gender, justru bisa memberikan profit tertentu.
Setidaknya hal itu dijelaskan Ripy Mangkoesoebroto, People & Culture Director PT HM Sampoerna Tbk yang menerapkan pentingnya keberagaman, kesetaraan dan inklusivitas atau diversity (DEI) di perusahaannya.
Menurut Ripy, penerapan kesetaraan gender ini bisa memberikan keuntungan lebih pada bisnis yang dijalani.
"Sudah ada riset yang menunjukkan jika memberdayakan satu perempuan, dampaknya tidak hanya pada pekerja sendiri, tapi juga pada lingkungan, hingga berimbas ke 3 orang sekaligus."
"Katanya perempuan itu pondasi bangsa, tapi equal salary atau kesetaraan pendapatan banyak yang membedakan antara laki-laki dan perempuan," jelasnya di Jakarta, baru-baru ini.
Lanjut Ripy, ketika formasi pekerja di suatu perusahaan memiliki jumlah gender yang berimbang, maka perusahaan cenderung mampu memiliki kemampuan pengambilan risiko dan keputusan yang lebih baik.
Ini sudah terbukti baik secara riset dari berbagai pertimbangan yang beragam dan dari berbagai sudut pandang.
"Ada riset yang dilakukan di Amerika Serikat, kalau top manajemen lebih berimbang antara pria dan perempuan, pengambilan risiko jadi lebih baik, efeknya performa perusahaan jadi berkesinambungan, progresnya juga."
"Kami turut berharap itu semua bisa diterapkan juga di Indonesia, karena landasan hukum tentang hal (kesetaraan) ini juga sudah ada," papar dia.
Fakta ini pun juga sesuai dengan pemaparan Professor in Information Systems BINUS University, Pro.Dr.Meyliana, yang mengungkapkan hasil riset praktik DEI di perusahaan Indonesia oleh Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia (PMSM Indonesia), yang mana ditemukan penerapan DEI itu hanya sebatas kepatuhan pada norma.
"Menurut hasil riset ini terlihat dari persepsi pribadi karyawan (HR) terhadap keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) untuk kepentingan pribadi, menurut dia sangat baik bahkan berada di level 4 dan 5 (sangat penting dan penting)."
"Tapi saat ditanya perspektif perusahaan, seberapa penting DEI buat perusahan, ini cenderung menurun drastis, jadi mereka hanya patuh pada norma," jelas Prof. Meyliana.
Penerapan DEI yang terus menurun
Perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Departemen Kajian SDM PMSM Indonesia itu juga menjelaskan penerapan DEI ini terus menurun.
Awalnya sekitar 63,89 persen, sebagai pribadi karyawan menjadi 51,81 persen sebagai sudut pandang perusahaan.
"Ini karena adanya tantangan dalam penerapan DEI perusahaan seperti kebijakan, budget, pengukuran kinerja dan lain sebagainya," papar Prof. Meyliana.
Ada pula kajian keberagaman, kesetaraan dan inklusi perusahaan di Tanah Air yang dilakukan PMSM dengan jumlah responden 80 orang dari 22 kota dan 48 persen dari responden yang berprofesi sebagai praktisi SDM.
Sedangkan perusahaan yang terlibat memiliki rentang pendapatan dari Rp 1 Miliar hingga Rp 1 triliun dengan jumlah karyawan berkisar 10 hingga 50 ribu lebih pekerja.
Di sisi lain, Indonesia sudah memiliki dasar hukum dan aturan kewajiban DEI yang harus dilakukan perusahaan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017.
Dokumen tersebut mengatur pelaksanaan pencapaian SDGs di Indonesia dan menjadi dasar hukum yang mengarahkan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.