KPK Ungkap Alasan Sidang Kasus Korupsi Eko Darmanto Bakal Digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya
ERA.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (3/5). Eko pun bakal segera menjalani persidangan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, Pengadilan Tipikor PN Surabaya dipilih karena tindak pidana yang dilakukan Eko mayoritas terjadi di wilayah hukum pengadilan tersebut. Langkah ini sesuai dengan ketentuan pasal 84 ayat (4) KUHAP.
"Tim Jaksa berpendapat untuk tempat persidangannya berada di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dikarenakan locus maupun tempus delicti atau tempat dan waktu terjadinya tindak pidana lebih dominan di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/5/2024).
Ali mengungkapkan, dalam surat dakwaan yang disusun tim jaksa, penerimaan gratifikasi dan TPPU Eko nilainya mencapai puluhan miliar rupiah. Rinciannya bakal diungkapkan saat persidangan.
“Tim jaksa mendakwa dalam satu surat dakwaan untuk penerimaan gratifikasi dan TPPU terakumulasi senilai Rp37,7 miliar dan akan dibeberkan secara lengkap saat pembacaan surat dakwaan,” ujar Ali.
Dia menyebut, salah satu pencucian uang yang bakal diungkap jaksa penuntut dalam sidang, yakni pembelian aset bernilai ekonomis yang dilakukan Eko di Kawasan Beji, Depok, Jawa Barat. Namun, Ali tak menjelaskan lebih rinci mengenai jenis maupun jumlah uang yang dikeluarkan oleh Eko.
Ali menambahkan, saat ini status penahanan Eko berada dibawah kewenangan Pengadilan Tipikor.
"Penetapan hari sidang pertama masih menunggu informasi lanjutan dari Panmud Tipikor,” jelas Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan Eko sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU. Dia diduga menerima uang gratifikasi sejak 2009 hingga 2023 melalui rekening milik keluarga maupun perusahaan yang terafiliasi dengannya.
Perusahaan itu bergerak di bidang jual beli motor Harley Davidson, restorasi mobil antik, dan perusahaan konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol. Eko diduga menerima gratifikasi mencapai Rp18 miliar yang berasal dari pengusaha impor, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga barang kena cukai.
Penyidikan kasus ini bermula dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Eko pada Selasa (7/3/2023).
Saat itu dia dipanggil KPK untuk memberikan klarifikasi soal kekayaannya. Sebab, ia kerap kali membagikan gaya hidup mewah melalui media sosial atau flexing.
Dari hasil klarifikasi itu, KPK menilai, kekayaan Eko masuk dalam kategori outliers atau diluar kewajaran. Sebab, dia diketahui memiliki utang sebesar Rp9 miliar, meski dalam LHKPN tercatat total kekayaannya mencapai Rp15,7 miliar. Kasus ini pun naik ke tahap penyelidikan hingga akhirnya masuk penyidikan.