Buntut Perundungan Berujung Kematian, Menhub Bakal Hilangkan Atribut Pangkat di Seragam STIP
ERA.id - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi bakal menghilangkan atribut pangkat pada seragam siswa kedinasan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) mulai pekan depan. Hal ini buntut kasus perundungan di STIP hingga menyebabkan salah satu siswa yaitu Putu Satria Ananta Rustika meninggal dunia.
Menurutnya, atribut pangkat pada seragam siswa hanya semakin mempertajam jarak antara senior dan junior, yang berpotensi menyebabkan perundungan.
"Atribut ini membuat adanya jarak antara senior dan junior, oleh karenanya, serta merta minggu depan semua atribut kami hilangkan,” kata Budi dikutip dari Antara, Kamis (9/5/2024).
Kasus kematian peserta didik di STIP juga menjadi landasan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan sejumlah perombakan.
“Bahkan, kami akan membuat suatu yang lebih humanis, tidak lagi setiap hari menggunakan seragam itu, ada satu hari yang pakai pakaian putih, satu hari pakaian batik, di hari libur mereka pakai pakaian bebas,” ujarnya.
Menurut Budi, menghilangkan atribut pangkat dengan mengatur seragam peserta didik bertujuan untuk menghapus perbedaan antara senior dan junior, sehingga kasus yang dialami Putu Satria tidak terulang kembali.
Di hadapan keluarga korban, Budi juga menyampaikan akan memberi jarak antara taruna tingkat I dan tingkat II, dimana nantinya taruna tingkat II tidak lagi menetap di asrama.
Dia merancang agar taruna tingkat II menyewa kamar kos di sekitar kampus STIP, sehingga mereka berbaur dengan masyarakat dan mendewasakan diri.
“Seperti di Poltrada, itu mendidik mereka menjadi dewasa terbiasa bergaul dengan masyarakat, apa yang dilakukan itu sangat baik, bahkan antara siswa dan masyarakat bergabung dalam satu kegiatan, entah kegiatan budaya atau ekonomi,” ujar Budi.
Selain itu, menghilangkan atribut pangkat dan memberi jarak taruna tiap tingkatan untuk menghapus istilah senior dan junior di lingkup STIP, Menhub mempertimbangkan untuk penangguhan penerimaan peserta didik baru.
“Kami mempertimbangkan melakukan moratorium, di satu angkatan itu kita tidak terima, tujuannya agar memutus tradisi jelek, sehingga tidak ada lagi istilah senior dan junior,” tegasnya.
Ke depan, Kemenhub juga akan melibatkan peran serta orang tua peserta didik untuk mengasuh dalam sebuah komite, sehingga ada proses evaluasi bersama.
Sebelumnya, polisi mengungkapkan Putu pingsan usai dipukul ulu hatinya oleh seniornya di STIP Jakarta pada Jumat (3/5) silam.
"Lalu tersangka orang pertama yang melakukan pemukulan terhadap korban Putu di bagian ulu hati, pemukulan di bagian ulu hati sebanyak lima kali, berdasarkan keterangan saksi. Kemudian, korban dipukuli, maka hilang kesadaran, lalu pingsan dan jatuh," kata Gidion kepada wartawan, Sabtu (4/5).
Pemukulan ini dianggap menjadi sebuah tradisi dari senior kepada junior. Awalnya, korban bersama empat temannya dikumpulkan di kamar mandi.
Putu adalah orang yang pertama dipukul tersangka. Untuk empat temannya belum dianiaya Tegar.
Korban pingsan usai pemukulan itu. Putu sempat diberi pertolongan. Namun, upaya penyelamatan itu ternyata tak sesuai prosedur yang tidak sesuai.
"Kemudian, dilakukan pertolongan dan dipindahkan ke satu tempat, kelas, di sebelah toilet. Kemudian, sebelum dipindahkan ke toilet dilakukan upaya penyelamatan, menurut tersangka nih ya, penyelamatan memasukkan tangan di mulut untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia," ungkap Gidion.