5 Fakta Unik Film "Kingdom of the Planet of the Apes”
ERA.id - Film bertajuk "Kingdom of the Planet of the Apes” garapan sutradara Wes Ball disebut sebagai pembuka era baru dalam kisah ikonik.
Berlatar beberapa dekade setelah masa kepemimpinan Caesar, yang mana manusia hidup dalam bayang-bayang dan spesies kera harus berhadapan dengan pemimpin tirani yang berupaya untuk membangun kerajaan barunya.
Berikut lima fakta menarik mengenai film "Kingdom of the Planet of the Apes" dikutip dari keterangan resmi yang diterima.
Sutradara di balik “Kingdom of the Planet of the Apes”
Penggarapan “Kingdom of the Planet of the Apes” dipimpin oleh Wes Ball, seorang sutradara yang mulai dikenal pada tahun 2014 lewat waralaba film populernya,“The Maze Runner”, yang meraup lebih dari 348 juta dolar AS secara global.
Pada tahun 2019, Wes pertama kali ditawarkan tentang kemungkinan menghidupkan kembali waralaba ikonik, tetapi awalnya dia tidak tertarik. Namun, satu minggu setelahnya, sebuah konsep yang sangat menarik muncul di benaknya.
Cerita yang menurutnya sangat menarik ini berlatar ratusan tahun setelah kematian Caesar di akhir “War for the Planet of the Apes” dan merupakan kisah dengan petualangan yang lebih kompleks.
Setelah mendatangi eksekutif di 20th Century Studios dengan ide tersebut, Wes bertemu dengan Rick Jaffa dan Amanda Silver, yang menciptakan trilogi Caesar dan menulis naskah untuk "Avatar: The Way of Water," untuk menjadi produser pada film baru ini.
Animator Indonesia dalam proses produksi film
Teknologi yang digunakan untuk menghidupkan karakter kera dan juga suasana film tersebut dicapai melalui teknologi Performance Capture, berkat para ahli di Wētā FX. Perusahaan efek visual di Selandia Baru milik pembuat film Peter Jackson telah bekerja pada tiga film sebelumnya dan memainkan peran besar dalam "Kingdom of the Planet of the Apes".
Pekerjaan Wētā FX juga termasuk mengubah aktor manusia menjadi kera secara digital dan membantu menciptakan dunia yang berlatar beberapa ratus tahun dari film sebelumnya yang penggemar sudah saksikan.
Animator Indonesia yaitu Sashya Subono Halse menjadi bagian dari tim animator tersebut. Sashya yang sebelumnya merupakan pengajar di bidang animasi di Indonesia, melanjutkan pendidikannya di Selandia Baru hingga menjadi bagian dari Wētā FX selama lebih dari 4 tahun.
Animator yang berfokus pada Facial Motion Animation ini telah berkontribusi dalam beberapa film ikonik seperti, "Guardians of the Galaxy Vol. 3" (2023) dan "Avatar: The Way of Water" (2022).
Adaptasi teknologi dari “Avatar: The Way of Water”
Wes mengakui proses produksi “Kingdom of the Planet of the Apes” sangat sulit dari segi teknis dan merupakan pembelajaran besar bagi sutradara. Salah satu tantangan terbesar adalah penambahan elemen air dalam cerita tersebut.
Ada sejumlah adegan yang memerlukan para kera untuk terlihat basah dan juga berada di dalam air. Erik Winquist, selaku Visual Effect Supervisor, menangani bagaimana air mengubah penampilan bulu mereka. Winquist dapat menggambarkan adegan tersebut dengan menggabungkan teknologi yang sudah pernah digunakan dalam film "Avatar: The Way of Water".
Para aktor belajar "menjadi kera" selama 6 minggu
Sebelum proses syuting dimulai, para aktor mempelajari karakteristik dan pergerakan kera selama enam minggu, yang dipimpin oleh pelatih gerakan Alain Gauthier.
Ketika para pemeran tiba untuk pelatihan, tugas pertama Gauthier adalah membuat mereka sangat sadar akan tubuh mereka. Dia menyusun serangkaian latihan untuk memperkuat dan mengembangkan jalur saraf baru, memberi mereka alat untuk bergerak layaknya seekor kera. Gauthier memulai pelatihan dengan lambat, menantang mereka untuk bertindak secara fisik.
Andy Serkis, yang telah menciptakan karakter Caesar di tiga film sebelumnya, diundang sebagai konsultan khusus untuk menyempurnakan suara dan karakterisasi. Berbagai sesi disiapkan di panggung performance capture di mana Serkis dan para pemeran dapat melihat karakter digital mereka di layar dan melakukan penyesuaian kecil namun penting.
Pembangunan set asli untuk pendalaman karakter
Sutradara Wes Ball ingin sebagian besar aksi berlangsung di set praktis di dunia fisik tetapi tetap dengan bantuan latar yang akan dibuat secara digital dalam beberapa adegan.
"Dalam film ini, kami membawa orang-orang ke dunia yang tidak ada. Tentu saja, ada banyak efek visual, tetapi semuanya dimulai dengan berdiri di tempat nyata dan memberi para aktor sesuatu untuk bereaksi," kata Wes.
Owen Teague, pemeran Noa mengaku kagum dengan pengaturan set yang dibuat secara detail dan realistis.
"Saya ingat saat masuk ke sarang Klan Elang, di mana bagian atas menara kami adalah konstruksi kayu empat lantai atau kayu balok yang diikat bersama, yang begitu detail dan begitu realistis sehingga Anda lupa bahwa tempat itu adalah set," kata Owen. (Ant)