Kursi Kosong dan Alasan Tak Masuk Akal DPR
Sebab, sebagai anggota dewan yang mewakili masyarakat kehadiran fisik di gedung parlemen sangat diperlukan meski rapat paripurna seringkali dianggap sebagai formalitas semata karena pembahasan sudah dilakukan dalam rapat komisi.
"Alasan ke dapil itu tidak masuk akal, kita kan hidup di dunia dimana komunikasi begitu mudah dengan media itu ada banyak ada media sosial, ada media online, ada media konvensional. Dengan WhatsApp pun bisa kontak konstituen di dapil. Lalu apa masalahnya," kata Haris dalam sebuah diskusi di The Atjeh Connection Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).
Peneliti politik ini juga mengatakan, kehadiran anggota legislatif merupakan bagian dari tanggung jawab mereka. Tak hanya, kehadiran mereka dalam rapat-rapat yang diadakan di DPR itu menjadi salah satu cara mengukur manajemen kedisiplinan mereka.
"Jangan-jangan memang level disiplin anggota DPR rendah sekali? Jangan-jangan pada level partai tidak ada kewajiban rapat paripurna?" tanyanya.
"Komitmen itu yang memang bagi saya masih rendah, komitmen pada tanggung jawabnya sebagai sebagai wakil rakyat itu," ungkap Haris.
Haris juga menyebut salah satu cara agar anggota DPR tidak sering kembali ke daerah pemilihan adalah dengan memperkecil dapil mereka. Sehingga, mereka akan lebih fokus untuk mengurus pekerjaan mereka di gedung kura-kura tersebut.
“Mana mungkin membayangkan setiap dewan bertanggung jawab bila dapilnya besar. Bayangkan dapilnya bisa lebih 10 orang wakil kita di Senayan,” ujarnya.
Sementara, ahli hukum tata negara Bhivitri Susanti justru ada masalah mendasar dalam pemilihan anggota DPR. Ada tiga masalah yang disebut Bhivitri kemudian menjadikan kinerja anggota DPR kurang maksimal.
"Ada masalah mendasar di DPR dalam hal cara mengambil keputusan, kedua penentuan agenda, ketiga peran parpol terutama elitnya,” jelasnya.
Menurut Bhivitri, mekanisme rekrutmen parpol terhadap caleg juga harus diperhatikan. Sebab, sebagai caleg mereka bukan hanya bertugas menyumbang suara bagi partainya namun juga bertugas menyampaikan aspirasi masyarakat. Sebab, belakangan ini, menurut Bhivitri, banyak anggota dewan yang tak paham tugasnya.
"Akhirnya yang masuk ke DPR banyak orang tidak paham dan semua keputusan diambil elit partai dan cenderung santai,” ucap Bivitri.
Meski begitu, Bhivitri mengapresiasi usaha DPR dalam memperbaiki kelembagaannya. Namun, menurutnya usaha perbaikan itu masih belum menyentuh hal yang lebih substansif agar kinerja anggota dewan lebih terlihat lagi.
Supaya informasi, tingkat kehadiran anggota DPR saat ini dinilai semakin rendah. Hal ini terlihat dari daftar hadir anggota dewan saat rapat paripurna DPR RI.
Tercatat, dalam pembukaan masa persidangan II 2018-2019 pada Rabu (21/11) lalu tercatat, dari 560 anggota dewan hanya 241 orang hadir dalam rapat itu. Namun, jumlah berbeda muncul saat anggota DPR RI tersebut dihitung ulang, yang hadir ternyata tidak mencapai 100 orang.