KPK Bakal Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengklarifikasi eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Hutahaean soal kekayaannya pada pekan depan. Sikap ini diambil sebagai bentuk menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK.

"Yang Purwakarta kita sudah keluarkan surat tugasnya dan mungkin minggu depan akan diundang untuk klarifikasi," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan yang dikutip Minggu (19/5/2024).

Kekayaan Rahmady dinilai janggal. Sebab, harta yang dia laporkan ke KPK hanya Rp6 miliar. Namun, berdasarkan laporan masyarakat ke lembaga antikorupsi itu, Rahmady disebut meminjamkan uang kepada seseorang hingga mencapai Rp7 miliar.

"Enggak masuk di akal ya," ujar Pahala.

Selain itu, KPK juga bakal mengklarifikasi Rahmady mengenai kepemilikan saham di sebuah perusahaan yang tidak dicantumkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya. Istri Rahmady disebut menjadi komisaris utama di perusahaan tersebut.

"Jadi kita (akan) klarifikasi, nanti kita kasih tahu lah hasilnya apa kira-kira ya. Tapi ini sekali lagi dampak dari karena ada harta berupa saham di perusahaan lain," jelas Pahala. 

"Ini juga tambahan bahwa sudah keluar peraturan Menteri Keuangan yang mengatur pegawai Kementerian Keuangan seluruhnya bagaimana perlakuannya kalau punya investasi atau saham di perusahaan lain. Itu diatur detail di situ," sambungnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membebastugaskan Rahmady dari jabatannya. Keputusan ini diambil setelah Rahmady menjalani pemeriksaan internal. Dia diduga menyalahgunakan wewenang.

"Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang," kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto melalui keterangan tertulis resminya, Senin (13/5/2024).

Di samping itu, Rahmady juga dilaporkan ke KPK buntut hartanya yang tertera di LHKPN dan dugaan tindak pidana korupsi. Laporan itu diajukan Wijanto Tirtasana melalui kuasa hukumnya, Andreas.