Demokrat Yakin Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah Bukan untuk Satu Tokoh

ERA.id - Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait perubahan batas usia calon kepala daerah, bukan untuk memuluskan langkah satu atau dua tokoh pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

"Bagi kami kalau ini dikaitkan dengan satu dua tokoh, tidaklah. Menurut kami tidak semudah itu," kata Herzaky kepada wartawan, Jumat (31/5/2024).

Menurutnya, mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak mudah. Sebab banyak variabel yang harus dimiliki, bukan hanya faktor keterkenalan.

Terlebih, masyarakat sudah mulai kritis dengan isu-isu politik. Oleh karena itu, kontestasi pilkada tidak bisa dianggap enteng.

"Menurut kami, tidak semudah itu. Kenapa? Karena bagaimanapun kita bicara mengenai pilkada, bertarungnya sungguh luar biasa. Banyak variabel yang harus dipertimbangkan ketika ingin mengikuti pilkada, tidak hanya bicara terkait keterkenalan, akses, kemampuan logistik," katanya. 

Menurutnya, putusan MA juga berdampak positif, karena membuka ruang yang lebih luas bagi anak muda untuk terjun ke dunia politik. Sehingga masyarakat Indonesia tidak hanya dihadapkan pada pilihan yang sama.

"Karena ini kaitannya dengan syarat usia calon kepala daerah, bagi kami itu bisa membuka peluang lebih banyak, lebih besar kepada masyarakat Indonesia. Apalagi hari ini kita lihat pemimpin di berbagai bidang itu muda sekali," ucapnya. 

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Partai Garda republik Indonesia (Garuda) melalui Pemohon Ahmad Ridha Sabana, terkait aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur 30 tahun, yang tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024.

Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim MA pada Rabu (29/5).

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: PARTAI GARDA REPUBLIK INDONESIA (PARTAI GARUDA)," demikian bunyi putusan Nomor 23 P/HUM/2024 itu di laman resmi MA.

MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016. Atas putusan itu, MA mengubah ketentuan dari yang semula cagub dan wakil cagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon, menjadi setelah pelantikan calon.

Adapun Pasal 4 PKPU yang dinyatakan bertentangan itu semula berbunyi:

"Warga Negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur memenuhi persyaratan sebagai berikut. (d). berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur"

Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih..."

Dari sana, MA memerintahkan kepada KPU RI mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.