Kurangi Sisa Makanan hingga Utamakan Pangan Lokal Bantu Selamatkan Bumi, Ini Alasannya
ERA.id - Indonesian Gastronomy Community (IGC) mencanangkan Gastronomi Indonesia yang Bijak dan Berkelanjutan pada hari Gastronomi Berkelanjutan 2024 yang diperingati pada tanggal 18 Juni setiap tahunnya.
Gastronomi berkelanjutan sendiri adalah pendekatan pengolahan dan penyajian makanan yang memprioritaskan dan mempromosikan penggunaan bahan pangan yang ramah lingkungan, mendukung kesejahteraan petani lokal, dan menjaga keanekaragaman hayati.
Langkah tersebut dinilai dapat menjadi upaya nyata dalam menyelamatkan Bumi yang kini tengah dihadapi dengan masalah perubahan iklim, masalah lingkungan sampai food waste alias limbah makanan.
“Dalam seni gastronomi yang mengutamakan keseimbangan antara bahan-bahan makanan yang diproduksi secara ramah lingkungan, petani dan produsen lokal, serta meminimalkan limbah makanan dan penggunaan sumber daya alam secara bijaksana,” jelas Dr. Ray Wagiu Basrowi, Sekretaris Jenderal Indonesian Gastronomy Community (IGC) di Jakarta, baru-baru ini.
Kampanye mengurangi sampah makanan dan mengatasi krisis pangan ini sedang diupayakan IGC bertepatan dengan Hari Gastronomi Berkelanjutan Internasional.
Kampanye ini berisi seruan untuk bertindak alias Call of Action kepada masyarakat yang terdiri dari 3 fokus utama, di antaranya sebagai berikut:
- Kurangi Limbah Makanan (reduce food waste)
- Prioritaskan Pangan Lokal (local food preference)
- Terapkan Pola Makan Sehat dan Berkelanjutan (mindful and sustainable eating)
Gastronomi berkelanjutan ini pun menjadi hal penting untuk diterapkan, terlebih di Indonesia. Mengapa demikian?
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UN Environment Programme (UNEP) 2022, Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya.
Ada pun sumber penyumbang sampah makanan terbanyak ini berasal dari beberapa sektor seperti restoran, industri makanan dan pangan, perhotelan, termasuk sampah rumah tangga.
Hal ini dinilai dapat menyebabkan potensi kerugian negara mencapai Rp213 triliun per tahun atau setara dengan 4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Jika tidak ditekan jumlahnya, hal itu dapat mengganggu stabilitas ketahanan pangan hingga berkontribusi merusak lingkungan dengan jutaan ton sampah sisa makanan yang datang dari berbagai sektor yang sudah dijelaskan tadi.
“Indonesia, dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, memiliki potensi besar dalam bidang gastronomi. Namun, tantangan ketahanan pangan yang dihadapi negara ini memerlukan pendekatan berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap warga negara dapat menikmati makanan yang sehat, bergizi, dan cukup,” ungkap Dr. Ray.
Maka dari itu, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dan memiliki komitmen dalam menerapkan prinsip gastronomi berkelanjutan.