Sebut OTT Hanya Hiburan, IM57+: Alexander Marwata Hindari Strategi Ampuh KPK

ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata dianggap sengaja menghindari salah satu strategi ampuh lembaga antirasuah dalam mengungkap suatu kasus, yakni operasi tangkap tangan (OTT).

Hal ini disampaikan Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha saat menanggapi pernyataan Alexander yang menyebut bahwa OTT hanya sebagai hiburan.

"Bahwa Alex memang menghindari salah satu strategi ampuh KPK secara sengaja. OTT bersifat tidak dapat diarahkan dan tidak bisa diduga aliran uangnya akan kemana, karena berkaitan dengan pemberian kepada pejabat yang tidak bisa ditebak aktor-aktor intelektual di belakangnya," kata Praswad dalam keterangan tertulisnya dikutip pada Senin (24/6/2024).

Praswad menyebut, pernyataan Alexander tidaklah tepat. Sebab, jelas dia, operasi yang dilakukan secara senyap itu dapat mengurangi praktik korupsi.

"OTT juga terbukti menimbulkan deterrence effect (efek pencegahan) pada perilaku penyelenggara negara, secara signifikan mengurangi praktik korupsi karena dipertunjukkan secara kongkret dan nyata konsekuensi yang akan diterima oleh pelaku koruptor jika tetap melakukan praktik korupsi, (maka) akan ditangkap KPK," jelas dia.

Praswad pun mempertanyakan motif Alexander yang berpendapat bahwa OTT hanya menjadi hiburan bagi publik. Ia juga mendorong Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk turut mengawasi kondisi ini.

"Pertanyaannya, apakah motif dari statement Alexander Marwata tersebut? Apakah memang sedang ada praktik suap menyuap mega korupsi yang sedang berlangsung, sehingga didengung-dengungkan tidak boleh ada OTT oleh KPK?" ujar Praswad.

"Dewas perlu melihat rangkaian ini secara komprehensif dan memerintahkan adanya pemeriksaan segera atas segala imbauan dan saran agar KPK berhenti menggelar praktik operasi tangkap tangan," sambungnya.

Sebelumnya, Alexander Marwata mengatakan, lembaganya kini lebih fokus menggarap perkara yang menimbulkan kerugian negara dengan jumlah besar. Mereka mulai meninggalkan tangkap tangan yang mengandalkan penyadapan.

“Kami sekarang lebih banyak fokus pada penanganan penanganan perkara yang potensi kerugian negaranya besa dan asset recoverynya besar dan itu terjadi di mana? BUMN, di lembaga-lembaga instansi pemerintahan dengan anggaran tinggi. Itu yang kita fokuskan ke sana,” kata Alex kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (21/6).

Alex menjelaskan, saat ini para pelaku korupsi sudah paham cara kerja operasi tangkap tangan (OTT). Sehingga sudah jarang ada pejabat yang membicarakan soal pemberian maupun penerimaan uang.

“Faktanya itu sekarang lebih dari 500 lho nomor handphone yang kita sadap itu, kan, berapa puluh penyelenggara, pejabat negara itu kita sadap zonk isinya. Kan gitu, kan. Artinya mereka juga belajar, lebih hati-hati. Makanya kita harus berubah teknik-teknik penyelidikan maupun penyidikan,” ungkap Alex.

Meski demikian, Alex menyebut, KPK tetap akan melaksanakan operasi senyap. Namun, giat penindakan itu bukan lagi menjadi yang utama.

“Ya, okelah OTT. Ya, syukur-syukurlah kalian dapat nanti kan, ya, buat hiburan ‘tingg’, buat masyarakat senang,” tegasnya.

Dia juga memastikan, jarangnya OTT bukan karena Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berkali-kali menyindir KPK. Alex justru membela pernyataan anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

“Pak Luhut benar bahwa dengan perubahan sistem, dengan digitalisasi diharapkan enggak ada lagi lah model-model korupsi seperti itu dan kita harus mencari tahu juga akar persoalannya apa sih. Kenapa sih kepala daerah banyak yang tertangkap,” ujar Alex.