Edukasi Pencegahan Stunting Masih Temui Hambatan, BKKBN Ungkap Faktor-faktornya
ERA.id - Stunting masih menjadi masalah serius yang masih menghantui banyak negara terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meskipun banyak upaya pencegahan dan edukasi yang dilakukan banyak pihak, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN), Sukaryo Teguh Santoso mengakui, tak mudah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Pasalnya, masih ada sejumlah hambatan yang perlu diatasi agar program-program pencegahan stunting lebih efektif dalam mencapai tujuannya.
"Memang dapat diakui tidak mudah mengedukasi masyarakat khususnya soal stunting," kata Sukaryo mewakili kepala BKKBN, dokter Hasto, saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (25/6/2024).
Sukaryo mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam memberikan edukasi tersebut.
Salah satunya pendidikan di kalangan masyarakat. Menurutnya, tingkat pendidikan yang belum merata di Tanah Air menjadi hambatan dalam mengedukasi pencegahan stunting.
"Pertama tingkat pendidikan saat ini juga masih relatif rendah. Perbedaan pendidikan tentu memengaruhi daya serap keluarga yang tentu tidak secepat yang pendidikan tinggi," paparnya.
Kemudian hambatan selanjutnya terkait edukasi stunting adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran di kalangan masyarakat.
Saat ini, masih banyak orangtua atau keluarga tidak memahami sepenuhnya tentang apa itu stunting, penyebabnya, dan dampak jangka panjangnya terhadap kesejahteraan anak.
Informasi yang tidak tepat atau minimnya akses terhadap edukasi tentang gizi seimbang menjadi kendala serius dalam mengubah perilaku masyarakat terkait pola makan anak-anak hingga faktor pemicu stunting lainnya.
Faktor kedua, pemahaman terkait stunting itu sendiri juga perlu betul-betul dipahami. Menurutnya, banyak yang beranggapan jika anak yang mengalami stunting hanya sebatas memiliki postur tubuh yang pendek, padahal tidak demikian.
Kriteria anak stunting itu beragam dan tidak hanya terkait postur tubuh, melainkan soal perkembangan anak yang terlambat hingga anak memiliki bobot tubuh di bawah rata-rata.
"Kedua, berbicara isu stunting ini harus didalami betul. Orang mengenal stunting itu pendek padahal tidak semua pendek itu stunting. Ada yang mengatakan stunting penyakit. Bahkan masih ada yang mengira kalau faktornya cuma karena kurang gizi, padahal faktor pemicu stunting bukan cuma nutrisi, tapi banyak pemicu lainnya seperti faktor lingkungan," tambahnya.
Di samping itu, keterbatasan infrastruktur, akses internet dan jarak yang jauh ke fasilitas kesehatan di pedesaan atau kawasan terpencil juga menghambat upaya pencegahan stunting secara merata.
Konsultasi rutin dengan tenaga medis atau konselor gizi sering kali sulit dijangkau oleh keluarga-keluarga yang membutuhkan informasi dan bimbingan terkait gizi anak.
Lebih lanjut, dengan memahami sejumlah hambatan itu, bukan berarti edukasi terkait pencegahan stunting tidak ditingkatkan.
Edukasi yang menyeluruh, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, serta dukungan dari pemangku kebijakan lain yang kuat adalah kunci untuk mencapai tujuan pencegahan stunting dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak di masa mendatang.
"Kita terus melakukan upaya pendampingan terhadap keluarga, memberikan edukasi serta refreshment penyuluhan agar orientasi masyarakat dapat berubah terkait stunting."
"Bila dilakukan secara konsisten dan bersama-sama, memang membutuhkan waktu, tapi kita terus melakukannya secara telaten dan konsisten," pungkasnya.