KPK Tunggu Laporan Jaksa Soal Peran Ketua Komisi V DPR RI Lasarus Kasus Korupsi DJKA
ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mengembangkan penanganan kasus suap proyek Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pengusutan ini berkaitan dengan pihak yang diduga kecipratan uang haram, termasuk Ketua Komisi V DPR RI Lasarus dan lainnya.
“Nanti kita tunggu laporan perkembangan penuntutan atau laporan hasil dari persidangan tersebut. Termasuk juga ada tadi anggota dewan, saudara LZ itu seperti apa,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur kepada wartawan yang dikutip pada Rabu (26/6/2024).
Asep menyebut, pihaknya juga masih menunggu persidangan untuk mendalami peran Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Adapun nama ini muncul di persidangan eks Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimardi.
Budi ketika itu disebut menerima pembiayaan sewa helikopter yang pembayarannya diduga menggunakan uang hasil suap proyek DJKA. “Kemudian di perkaranya DJKA ini ada peran dari Pak Menhub sewa helikopter saya juga membaca di media massa dan ini kayaknya di persidangan ya,” jelas Asep.
“Kita akan menunggu di persidangan ini (untuk mengembangkan),” sambungnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah kemudian menjadi BTP Semarang tahun 2017-2021, Yofi Oktarisza sebagai tersangka baru dalam kasus suap Ditjen Perkeretaapian (DJKA). Kini, dia ditahan selama 20 hari pertama.
Penahanan terhadap Yofi dilakukan setelah KPK mengembangkan kasus suap yang dilakukan Dion Renato Sugiarto. Dia menyusul koleganya yang merupakan PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Yofi merupakan PPK untuk 18 paket pekerjaan dari pejabat sebelumnya serga 14 paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa baru di lingkungan BTP wilayah Jawa Bagian Tengah.
Dalam kasus ini, Yofi diduga membantu Dion untuk mendapatkan proyek. Ia lantas mendapatkan fee sebesar 10-20 persen dari nilai paket pekerjaan.
Pemberiaan ini kemudian diteruskan kepada PPK pengganti. Fee itu biasa disampaikan sejak awal lelang paket pekerjaan dilaksanakan dan Dion jadi pihak yang mengumpulkan.
Rincian pemberian itu dalam bentuk deposito atas nama Dion pada 2018 dengan nilai awal Rp18 miliar yang kemudian bertambah menjadi Rp20 miliar yang pajaknya ditanggung.
Pada tahun 2022 sebesar Rp6 miliar dicairkan dan diubah ke dalam bentuk obligasi di Bank Mandiri sebesar Rp2 miliar dan Bank BCA sebesar Rp4 miliar.
Kemudian, bentuk reksa dana atas nama Dion Renato; bentuk aset berupa tanah; bentuk mobil Innova dan Honda Jazz; dan sejumlah logam mulia.
KPK pun telah menyita berbagai bukti terkait kasus ini. Rinciannya adalah 7 deposito Rp10 miliar; 1 buah kartu ATM; Uang tunai senilai Rp1 miliar berasal dari pengembalian penerimaan logam emas mulia; Tabungan reksa dana atas nama Dion Renato sebesar Rp6 miliar; Delapan bidang tanah dan sertifikatnya di Jakarta, Semarang, Purwokerto yang nilainya lebih dari Rp8 miliar.