Pembunuhan Tragis Penyanyi Alda Risma
ERA.id - Alda Risma Elfariani lahir di Bogor, 23 November 1982. Ibunya bernama Halimah memiliki 8 anak, termasuk Alda. Sejak kecil, Alda sudah memiliki minat dan bakat dalam bernyanyi. Bakatnya terkuak saat ia dihukum oleh gurunya saat masih duduk di bangku SD.
Saat itu, Alda dihukum oleh sang guru untuk melantunkan lagu "Surat Undangan" karya Yuni Shara di depan kelas. Terpukau oleh suaranya yang merdu dan khas, Alda pun meraih popularitas di SD-nya serta kerap ditunjuk apabila diperlukan perwakilan lomba menyanyi.
Awalnya ia hanya menjuarai lomba menyanyi antarkelas. Pada 1991, di usia 9 tahun, ia mengikuti Pekan Seni dan Olahraga (Porseni) se-Jawa Barat dan memenangkan lomba menyanyi di sana.
Ia menyanyikan lagu "Tamasya" dan "Ibu Pertiwi", lagu yang sering diputar di rumahnya. Menyadari minat dan bakat sang putri, orang tuanya pun memfasilitasi perkembangan dirinya. Ia bergabung ke Elnino Jazz saat masih kelas 1 SMP di SMP PGRI Bogor. Meskipun masih di bawah umur, ia ikut tampil dengan kelompok musik itu di kafe-kafe Jakarta.
Karirnya mulai menukik saat ia terpilih untuk duet dengan boyband Inggris Code Red di tahun 1997. Saat itu, contoh vokal dan kemampuan berbahasa Inggrisnya dipuji Polygram International London.
Mulailah popularitas Alda meningkat sebagai penyanyi tanah air. Pada tahun 1998, Alda memiliki kesempatan untuk memulai karirnya. Sayangnya, saat itu krisis moneter terjadi. Namun, itu tidak mengurangi kesempatan Alda untuk sukses. Ia pun merilis lagu "Aku Tak Biasa" di usia 15 tahun.
Sesuai prediksi, debut albumnya sukses. "Aku Tak Biasa" menjadi populer dan disambut hangat oleh telinga rakyat Indonesia. Alda, yang belum genap berusia 16 tahun, mengalahkan para seniornya seperti Krisdayanti, Mayangsari, Memes, dan Rita Effendy untuk memenangkan AMI 1998.
Alda memenangkan kategori "Penyanyi Pop Wanita" dalam penghargaan yang kepanjangannya Anugerah Musik Indonesia itu. Di tahun yang sama, Alda kemudian merilis 2 single lain. Setahun kemudian, ia debut di layar kaca di sinetron Indosiar "Kesucian Prasasti".
Sebelum masuk milenium baru, Alda rupanya sudah pernah bertunangan pada tahun 1997 - 1998, saat Alda 14 tahun, dengan Iwan Sastrawijaya. Iwan merupakan CEO Blackboard, label rekaman yang menaungi Alda. Saat itu, Iwan sedang dalam proses digugat cerai oleh istrinya.
Sayangnya, pertunangan mereka kandas karena orang ketiga: Ferry Surya. Saat itu, Ferry mengaku cucu Liem Swie Liong alias konglomerat Sudono Salim.
Lalu pada 2001, Alda merilis album keduanya, "Kupilih yang Mana". Album ini dirilis sebagai album pertama Alda di usia "dewasa". Sayangnya, album keduanya tidak sesukses album pertamanya.
Nama Alda kemudian mulai meredup sebelum ia muncul lagi di media massa pada tahun 2006 sebanyak dua kali. Pertama, saat kecelakaan mobil di bulan Juni. Kedua, saat ditemukan tewas di bulan Desember.
Pada tanggal 12 Desember 2006, pegawai hotel Grand Menteng terhenyak saat mereka membuka pintu kamar 432. Kamar itu merupakan kamar Alda Risma sang artis. Namun, Alda ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dengan darah dan busa keluar dari mulutnya.
Kondisi tubuhnya mengenaskan. Selain darah dan busa, ditemukan juga 20 sampai 25 bekas suntikan di sekujur tubuh sang penyanyi muda itu. Usai dioautopsi, ditemukan semua suntikan mengandung benzodiazepine, propofol, pethidine, morfin, dan pil analgetik.
Ia meninggal karena overdosis dan keracunan psikotropika di usia 24 tahun. Ia diduga tak sengaja overdosis karena mengonsumsi narkoba. Namun, publik dan aparat curiga. Pasalnya, sang kekasih, Ferry Surya, tidak kelihatan batang hidungnya.
Ferry merupakan kakak ipar aktor Ferry Salim. Mengerikannya, ibu Alda, Halimah, mengungkapkan betapa takutnya sang putri pada pacarnya. Kabarya Alda diduga kerap menerima penganiayaan dari Ferry. Ia diduga kerap dipukul, ditampar, dan dianiaya. Selain itu, bukti-bukti SMS menunjukkan Ferry kerap mengancam Alda.
Akumulasi penganiayaan Ferry terjadi saat membunuh Alda dengan menyuntikkan dosis-dosis berlebih psikotropika ke dalam tubuhnya. Namun, Ferry dibebaskan tanpa syarat pada tahun 2011 usai kasusnya ditinjau kembali. Sikap baiknya selama dipenjara pun dipertimbangkan dalam pemangkasan waktu penjaranya ini. Selain itu, Ferry keluar penjara dalam kondisi lebih gemuk dan terawat daripada saat masuk.
Laporan: Farah Tifa
Referensi:
Denty Suci, Muchammad Chasani, 2017, Putusan Ultra Petita dalam Kasus Pembunuhan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Semarang: Indonesia Journal of Criminal Law Studies
Antaranews