Mengenal Musim Bediding yang Membuat Suhu Sampai 8,9 Derajat Celcius

ERA.id - Baru-baru ini Anda pasti merasakan sensasi dingin yang menusuk di malam hari saat musim kemarau. Fenomena ini dikenal sebagai "Bediding" yang berasal dari bahasa Jawa. Mari mengenal musim bediding lebih lanjut!

Bediding sendiri merupakan istilah Jawa yang menggambarkan perubahan suhu drastis di awal musim kemarau. Pada masa Bediding, suhu udara bisa turun hingga mencapai 8,9 derajat Celcius, seperti yang terjadi di Bromo beberapa waktu belakangan.

Mengenal Musim Bediding

Suhu dingin menusuk di malam hari tak hanya dirasakan di kawasan Dieng atau Bromo. Fenomena yang dikenal sebagai "Bediding" ini juga terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Bahkan di Yogyakarta yang biasanya suhunya panas, ketika malam hari suhu bisa mencapai 17 derajat Celcius, sedangkan di Bali, BMKG mencatat suhu mencapai 21,4 derajat Celcius.

Terkait dengan fenomena ini, BMKG menjelaskan bahwa penurunan suhu drastis memang biasa terjadi di Indonesia, terutama pada puncak musim kemarau, yaitu Juli hingga September.

Fenomena turunnya suhu secara ekstrim ini disebut bediding, yang berasal dari istilah Jawa yang berarti perubahan suhu mencolok, terutama di awal musim kemarau.

Apa yang menyebabkan Bediding?

Dilansir dari berbagai sumber, fenomena Bediding terjadi karena beberapa faktor alam di antaranya:

  • Posisi Matahari: Pada bulan-bulan Bediding, posisi matahari berada di lintang utara terjauh, menyebabkan belahan bumi selatan, termasuk Indonesia, menjadi lebih dingin.
  • Angin Monsun Australia: Angin dingin dari Australia yang bertiup ke selatan juga berperan dalam membawa udara dingin ke Indonesia.
  • Udara Kering: Musim kemarau yang minim hujan membuat udara menjadi lebih kering dan mudah kehilangan panas pada malam hari.
  • Langit Cerah: Selain itu, langit cerah tanpa awan di musim kemarau memungkinkan radiasi panas bumi lepas ke atmosfer tanpa hambatan, sehingga suhu turun drastis.
  •  Topografi: Daerah dataran tinggi atau pegunungan umumnya memiliki suhu lebih rendah karena tekanan udara dan kelembapan yang lebih rendah.

Fenomena Bediding ini, meskipun membawa sensasi dingin yang menyegarkan, juga dapat berdampak pada kesehatan dan aktivitas masyarakat.

Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga kesehatan dan stamina, terutama bagi lansia dan anak-anak, saat Bediding terjadi.

Apakah Bediding Berbeda dengan Aphelion (freepik)

Apakah Bediding Berbeda dengan Aphelion?

Perlu diingat bahwa Bediding berbeda dengan fenomena Aphelion, di mana bumi berada di titik terjauh dari matahari.

Menurut Farmers Almanac, saat aphelion, matahari berada lebih dari 94 juta mil jauhnya dari Bumi (diukur dari pusat ke pusat), atau lebih dari 3 juta mil lebih jauh dibandingkan saat Bumi berada paling dekat dengan matahari (perihelion).

Sebelum melanjutkan baca juga artikel yang membahas Mengenal Fenomena Aphelion

Banyak orang mungkin berpikir bahwa Bumi paling dekat dengan Matahari pada bulan Juni, Juli, atau Agustus. Namun, suhu hangat di Bumi tidak terkait dengan jarak kita dari Matahari.

Suhu hangat di Bumi disebabkan oleh kemiringan sumbu Bumi sebesar 23,5 derajat, yang menyebabkan Matahari berada di atas cakrawala untuk waktu yang berbeda pada musim yang berbeda.

Kemudian terkait dengan pertanyaan suhu Bumi menjadi dingin akibat fenomena aphelion, informasi tersebut tidak benar.

Penurunan suhu Bumi tidak terkait dengan fenomena aphelion. Penyebab suhu Bumi dingin adalah karena musim kemarau yang sedang berlangsung di Indonesia.

Pada musim kemarau, tutupan awan cenderung sedikit, menyebabkan lebih banyak radiasi matahari yang dilepaskan kembali ke atmosfer, sehingga suhu di permukaan Bumi terasa lebih dingin, terutama pada malam dan dini hari.

Selain mengenal musim bediding, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…