Lebih dari 500 Orang Ditangkap Atas Kerusuhan di Bangladesh, Petinggi hingga Jubir Ikut Terseret

ERA.id - Kerusuhan mematikan di Bangladesh menyebabkan lebih dari 500 orang ditangkap oleh kepolisian setempat. Kerusuhan itu juga menyebabkan 163 orang meninggal dunia dalam aksi protes mahasiswa atas jumlah kuota pegawi negeri (PNS) di negara tersebut.

Juru bicara Kepolisian Metropolitan Dhaka Faruk Hossain mengatakan sedikitnya 532 orang ditangkap atas kekerasan tersebut. Di antara mereka yang ditengkap termasuk pemimpin BNP.

"Setidaknya 532 orang telah ditangkap karena kekerasan tersebut. Mereka termasuk beberapa pemimpin BNP," kata Hossain, dikutip AFP, Senin (22/7/2024).

Aksi demo yang memicu kerusuhan itu terjadi setelah Pengadilan Tinggi Bangladesh mengurangi kuota perkrutan untuk kelompok tertentu, termasuk PNS yang dianggap aman dan banyak menjadi incaran.

Namun keputusan itu gagal menenangkan para pemimpin mahasiswa, yang kemudian melakukan aksi demo besar-besaran dengan menuntut penambahan kuota. Demo itu menewaskan 163 orang, termasuk beberapa petugas polisi.

Lalu, kata Hossain, sedikitnya tiga polisi tewas di ibu kota dan sekitar 1.000 orang terluka, sedikitnya 60 di antaranya dalam kondisi kritis.

"Para tahanan termasuk pemimpin paling senior ketiga BNP Amir Khosru Mahmud Chowdhury dan juru bicaranya Ruhul Kabir Rizvi Ahmed," katanya.

Selain mereka, mantan kapten sepak bola nasional yang menjadi tokoh senior BNP, Aminul Huq, juga ditahan, begitu pula Mia Golam Parwar, sekretaris jenderal partai Islam terbesar di negara itu, Jamaat-e-Islami.

Keputusan Mahkamah Agung membatasi jumlah pekerjaan yang dicadangkan dari 56 persen dari seluruh posisi menjadi tujuh persen, yang sebagian besar masih akan disisihkan untuk anak-anak dan cucu-cucu “pejuang kemerdekaan” dari perang pembebasan Bangladesh melawan Pakistan pada tahun 1971.

Meskipun keputusan tersebut mewakili pengurangan substansial terhadap kategori “pejuang kemerdekaan” yang kontroversial, dengan 93 persen pekerjaan diberikan berdasarkan prestasi, keputusan tersebut tidak memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa untuk membatalkannya sama sekali.

Kuota “pejuang kemerdekaan” khususnya dibenci oleh para lulusan muda, dan para kritikus mengatakan kuota tersebut digunakan untuk menumpuk pekerjaan publik di kalangan loyalis Liga Awami yang dipimpin Hasina.

Lebih lanjut, pemerintah setempat memberlakukan jam malam dan tentara berpatroli di kota-kota di seluruh negara Asia Selatan, sementara pemadaman internet secara nasional sejak Kamis telah secara drastis membatasi aliran informasi ke dunia luar.