Motif Pelaku Penjual Obat Perangsang 'Poppers' LGBT: Cari Untung Besar
ERA.id - Bareskrim Polri menangkap penjual obat perangsang "poppers" yang digunakan untuk kaum LGBT di kawasan Banten dan Bekasi. Pelaku menjalankan bisnis ilegal ini karena tergiur dengan untung besar.
Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa menjelaskan pelaku membeli obat perangsang ini dari China seharga Rp80 ribu. Ketika barang itu diterima, poppers dijual di kawasan Jakarta seharga Rp120 ribuan.
"Ya kan (motif menjual karena) untung, (dari) Rp80 (ribu) ke Rp120 (ribu) kan untung, lumayan," kata Mukti kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).
Namun, jenderal bintang satu Polri ini enggan mengungkapkan total keuntungan yang didapat pelaku dari menjual obat perangsang tersebut. Dia hanya menyebut pihaknya akan melakukan razia ke sejumlah toko-toko untuk mencari obat perangsang "poppers".
Razia dilakukan karena dikhawatirkan barang ini disalahgunakan bila masih beredar di tengah masyarakat. Selain itu, juga karena poppers berbahaya untuk kesehatan.
"Makanya kita antisipasi, takut jadi (muncul kasus) perkosaan dan lain itu (akibat poppers)," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap kasus peredaran obat-obatan terlarang, yakni poppers di kawasan Banten dan Bekasi. Brigjen Mukti Juharsa sebelumnya menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal ketika penyidik menerima informasi dari masyarakat jika banyak peredaran obat perangsang poppers pada awal Juli 2024.
Berdasarkan penjelasan BPOM, obat berbentuk cairan ini mengandung bahan kimia isobutil nitrit. Penyidik pun melakukan penelusuran dan menangkap seorang pengedar poppers, RCL di kawasan Bekasi Utara pada Sabtu (13/7) silam.
"Berdasarkan keterangan RCL bahwa obat perangsang dengan sebutan 'poppers' didapat dengan cara mengimpor langsung dari China kepada seseorang atas nama E dan disimpan di sebuah rumah yang dijadikan sebagai gudang," kata Mukti saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (22/7).
"Obat perangsang tersebut biasa digunakan oleh kaum LGBT dan RCL telah menjual obat tersebut sejak pertengahan tahun 2017," tambahnya.
RCL awalnya menjual obat perangsang ini secara online. Namun ketika poppers dilarang, pelaku mengedarkan obat tersebut melalui WhatsApp ke pelanggan lamanya.
Pengembangan pun dilakukan dan penyidik menangkap MS dan P karena mengedarkan obat berbahaya ini ke kawasan Banten pada Selasa (16/7). Kedua pelaku ini mengaku mendapatkan poppers dari China.
"Kedua tersangka telah menjual poppers sejak awal tahun 2022 dengan cara menggunakan media sosial Twitter dan aplikasi medsos dengan nama 'hornet' khusus komunitas LGBT," tambahnya.
Sebanyak 959 botol obat perangsang yang belum diberi merek dan 710 botol obat poppers yang telah diberi label merek disita sebagai barang bukti. Bareskrim menyebut masih mendalami kasus ini.