Tolak Pemberian Kontrasepsi untuk Anak Sekolah, Anggota DPR: Edukasi Reproduksi Harus Sesuai Pancasila dan Agama

ERA.id - Anggota Komisi VIII DPR RI, Luqman Hakim menyebut pelaksanaan edukasi kesehatan reproduksi dan seksual untuk masyarakat Indonesia harus berlandaskan Pancasila dan agama.

"Pelaksanaan edukasi kesehatan reproduksi sangat penting diletakkan di atas dasar nilai-nilai moral Pancasila dan nilai-nilai universal agama-agama," kata Luqman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (6/8/2024), dikutip dari Antara.

Menurutnya, landasan filosofis dan etik itu akan berperan menjauhkan remaja Indonesia dari perilaku seks bebas.

Hal tersebut disampaikan Luqman menanggapi adanya ketentuan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

PP itu antara lain mengatur soal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam Pasal 103 ayat (1) disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Kemudian dalam ayat (4) disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Luqman lalu menilai penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja itu berpotensi menciptakan persepsi salah mengenai seksualitas pada usia remaja.

“Dengan adanya akses langsung ke alat kontrasepsi, ada risiko bahwa remaja akan menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang dapat diatasi dengan mekanisme teknis semata, tanpa memperhatikan aspek emosional, moral, dan sosial yang penting,” ujar dia.

Menurutnya hal itu berpotensi membuat pelajar menduga bahwa hubungan seksual pada usia muda adalah hal yang boleh untuk dilakukan.

“Ini berpotensi mempromosikan pemikiran bahwa hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima, asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi, tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur,” katanya. 

Ia menilai seharusnya edukasi kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah atau remaja tidak termasuk penyediaan alat kontrasepsi karena itu tidak sejalan dengan norma-norma agama dan susila di Indonesia.

“Karena itu, aspek edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja harus menjadi prioritas utama dibandingkan pemberian alat-alat kontrasepsi,” ujarnya.