Intervensi Risiko Stunting di Keluarga Indonesia Berbasis Data, Ada Penurunan Signifikan!

ERA.id - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto Wardoyo, mengatakan BKKBN selalu berupaya mengenali keluarga Indonesia dengan mengumpulkan informasi data keluarga yang akurat melalui Pendataan Keluarga. 

Menurutnya, data sangat penting untuk menjadi referensi intervensi program sehingga tepat sasaran, dan bukan hanya sekedar kata-kata, terutama dalam hal percepatan penurunan risiko stunting.

“Data itu harus bisa bicara. Data itu harus bisa menggantikan kata-kata. Data itu bisa melihat kondisi keluarga dari berbagai aspek, terkait pelayanan KB (keluarga berencana), pembangunan keluarga, terkait kondisi rumahnya dan lain sebagainya," kata dokter Hasto di acara Ngopi Pagi Bersama Rekan Media di Caffe Kencana Kantor BKKBN Pusat, baru-baru ini. 

Kegiatan ini sekaligus menandai pelaksanaan Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024 secara nasional yang dimulai dari 1 hingga 31 Agustus 2024. Sebanyak 15,7 juta keluarga akan didata.

Ia menjelaskan, dengan data yang hidup akan diketahui profil keluarga Indonesia secara akurat untuk kemudian digunakan membuat kebijakan.

Terkait Generasi Emas 2045, dokter Hasto mengatakan, "Sejauh mana kesiapan kita. Kalau belum siap, kalau mau cemas, sekarang cemasnya. Jadi, sebelum generasi emas harus cemas supaya kita siap," ujarnya.

Dokter Hasto juga menekankan pembangunan kualitas SDM melalui keluarga, yang mana syarat SDM berkualitas dan unggul adalah balita harus sehat dan tidak stunting.

“Kualitas SDM itu sumbernya keluarga yang berkualitas. Di dalam SDM ada anak, ada remaja,  usia kerja, dan perempuan. Itu semua ada di unsur-unsur keluarga. Yang bisa mendorong orang itu berkualitas atau tidak adalah keluarga,” tambahnya.

Dalam hal ini, pendataan Keluarga (PK) yang dilakukan BKKBN telah mampu memenuhi empat prinsip Satu Data yang baik dalam Sistem Statistik Nasional. Yakni, pemenuhan standar data dan meta data, interoperabilitas, pemenuhan dan penerapan kode referensi/data induk.

“Kelebihannya (Pendataan Keluarga), satu data keluarga itu adalah 'by name by address' dan bisa di-grading bisa dibuat tingkatan. Jadi, kalau misalkan anda punya satu kontak satu kecamatan, Anda butuh memetakkan siapa yang miskin siapa yang agak miskin, agak kaya, agak kaya sekali. Jadi, data yang bisa digrading,” imbuh dokter Hasto.

Ia menuturkan, data keluarga dalam PK telah dijadikan dasar menentukan kemiskinan dalam data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem). "Pentingnya data untuk membuat derajat siapa yang kaya sekali, siapa yang miskin sekali,” ujar dokter Hasto.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd. mengatakan data PK telah banyaj digunakan oleh Kementerian/Lembaga  hingga pemerintah daerah. Antara lain, Kementerian PUPR, Badan Pangan Nasional, TNP2K, BPKP, Kemenko PMK, BRIN, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkes, hingga Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Data keluarga, data sektoral  BKKBN  itu menjadi satu-satunya riset tentang orang dari 38 lembaga yang sempurna. Dalam lima tahun ini Pendataan Keluarga menjadi perhatian semua lembaga, dianggap betul, baik, dan diadaptasi (oleh Kementerian atau Lembaga lainnya),” ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN, Lina Widyastuti, SKM, MAPS memaparkan pada tahun 2021 BKKBN telah mengumpulkan sebanyak 68 juta keluarga pada Pendataan Keluarga. 

“(Pendataan Keluarga) Ini adalah by addres dan by name. Dan pemerintah bisa mengikuti dari berbagai aspek apakah terkait dengan kondisi kependudukan yang terkait dengan pelayanan KB yang terkait dengan pembangunan keluarga,” 

Termasuk di dalamnya terkait dengan kondisi rumah yang sehat atau tidak. Data tersebut bisa didapatkan dari Pendataan Keluarga secara agregasi.

“Data ini bisa diturunkan secara nasional, kemudian di tingkat provinsi. Sampai wilayah terpencil pun pendataan yang dilakukan  memotret hingga tingkat RT. Hingga pun keluarga yang misalnya memiliki jamban yang kotor," jelas Lina. Ini karena PK memuat data "by name".

Selanjutnya, intervensi berbagai program pemerintah yang berkaitan langsung dengan  keluarga bisa dilakukan secara langsung  karena PK juga memuat item _by address_.

Data terkait risiko stunting pada keluarga Indonesia

Sebuah keluarga dikategorikan sebagai Keluarga Berisiko Stunting (KRS) jika termasuk dalam keluarga sasaran, yakni calon pengantin, ibu hamil, keluarga memiliki baduta, keluarga memiliki balita, keluarga   tidak memiliki jamban dan akses air minum sehat, atau merupakan Pasangan Usia  Subur (PUS) 4 Terlalu dan bukan peserta KB modern.

Basis data by name by addres yang digunakan dalam pendampingan KRS adalah basis data hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK21) yang selanjutnya dimutakhirkan setiap tahun. 

Hasil data keluarga stunting diperoleh dari pemutakhiran melalui Sistem Informasi Keluarga (SIGA). Data KRS tahun 2022 sampai 2024 mengalami penurunan signifikan. Pada 2022 jumlah KRS secara nasional sebanyak 13.511.649, turun menjadi 11.896.367 pada tahun 2023. Lalu pada  2024 semester I turun lagi menjadi 8.682.170.