Potensi Gempa Megathrust Picu Tsunami, Ini Titik 7 Gempa Dahsyat yang Pernah Terjadi di Indonesia
ERA.id - Kepala Pusat gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menyebut kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai. Potensi gempa ini dikhawatirkan ilmuwan Indonesia khususnya terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan peringatan potensi Gempa Megathrust bukan hal baru di Indonesia. Peringatan tersebut juga sempat diumumkan pada 2018 dan memunculkan kehebohan juga.
Ia menceritakan pada 2018, Dwikorita memaklumi warga panik akibat peringatan tersebut. Tapi saat ini warga diminta tak merespons dengan kehebohan serupa. Ia meminta warga mempersiapkan diri dalam menghadapi gempa.
"Kami tahu bahwa ini awalnya menakutkan. Namun karena diulang-ulang setiap tahun, seharusnya sudah tidak takut," kata Dwikorita di Jakarta, Senin (19/8/2024).
Megathrust merupakan daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa kuat dan tsunami dahsyat. Zona ini diprediksi bisa pecah secara berulang dengan jeda hingga ratusan tahun.
Berikut Era.id rangkum sejumlah gempa besar yang pernah terjadi di Indonesia:
1. Gempa Aceh
Musibah gempa bumi dan tsunami melanda Serambi Mekah, Aceh pada 26 Desember 2004. Tsunami itu terjadi setelah gempa bumi berkekuatan 8,7 Skala Richter (SR) terjadi di kawasan Samudra Hindia. Gelombangnya menyapu ujung pulau Sumatera, dan Aceh jadi bagian yang terparah.
Tsunami itu jadi bencana nasional dan menelan korban jiwa kurang lebih 170.000 orang. Sementara ratusan ribu rumah, bangunan, dan fasilitas umum di sana luluh lantak.
Gempa terjadi sekitar 10 menit. Kekuatanya menghasilkan rambatan gelombang tsunami mencapai 800 kilometer per jam di samudera dalam dan bebas. Gempa itu bukan cuma berdampak di Aceh melainkan di 13 negara lainnya seperti Kepulauan Andaman, Thailand, India, Sri Lanka, dan sebagian Afrika.
Seperti dijelaskan Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawidjaja dan Mudrickh Daryono dalam Kajian Gempa Pidie Jaya Provinsi Aceh Indonesia (2016), Aceh dan Sumatera, terdapat dua sumber utama gempa, yakni zona megathrust di bawah perairan barat Sumatera dan jalur Sesar Besar Sumatera dikutip dari Voi.id.
Zona megathrust merupakan batas antar lempeng pada zona subduksi, yaitu Lempeng Samudera Hindia yang menunjam di bawah Lempeng Sumatra. Sementara jalur Sesar Besar Sumatera merupakan jalur yang membelah pegunungan Bukit Barisan, mulai dari wilayah Aceh sampai Selat Sunda.
Sesar atau patahan adalah bidang atau zona rekahan pada kerak bumi yang kedua sisinya terekat oleh tekanan dan gaya friksi pada permukaannya. Kedua blok di sisi sesar tersebut terus bergerak perlahan-lahan karena dorongan gaya tektonik.
Tekanan pada bidang ini akan terus meningkat sampai akhirnya berakumulasi melampaui daya kunciannya sehingga bidang sesar tersebut pecah dan bergerak secara tiba-tiba melepaskan semua tekanan. Pergerakan tiba-tiba itulah yang menimbulkan gelombang kejut yang kemudian menjalar ke semua arah dan menggetarkan bumi di sekitarnya yang disebut dengan gempa.
2. Gempa Sumatera
Gempa bumi berkekuatan 8,6 SR terjadi di Nias dan berdampak hingga Kota Gunungsitoli pada 28 Maret 2005 dikutip dalam laman BMKG. Pusat gempa berada di bawah 30 km di bawah permukaan Samudra HIndia, 200 km sebelah barat Sibolga, Sumatera Utaa, sekitar setengaj jarak antara Pulau Nias dan Simeulue.
3. Gempa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta diguncang gempa 5,9 SR pada 27 Mei 2006. Dikutip dari Studi Bencana Gempa Bumi Bantul Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, terdapat sebanyak 4.143 orang meninggal dunia akibat gempa ini.
Gempa ini juga dirasakan di Janganan Panggungharjo, Sewon, Bantul khususnya wilayah RT 03, RT 04 dan RT 05. Sebanyak 95 persen bangunan di RT 03 rusak berat, begitu pun dengan bangunan di RT 04 dan 05 juga rusak berat 65 persen.
4. Gempa Padang
Gempa dengan kekuatan 7,9 yang merupakan bagian dari Segmen Siberut terjadi pada 30 September 2009. Dikutip dari Voi.id, Gempa juga bahkan terasa sampai Jabodetabek, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Gempa di Kota Padang dan sekitarnya menyebabkan 1.115 orang tewas dan 2.329 lainnya terluka. Dalam segi materi, sebanyak 279.000 bangunan mengalami kerusakan. Padang Pariaman menjadi kota dengan korban jiwa terbanyak yaitu 675 orang, diikuti Kota Padang sebanyak 313 orang, Agam 80 orang dan Pariaman sebanyak 37 Orang.
5. Gempa Jawa Barat
Kawasan Jawa Barat dilanda gempa dahsyat pada 15 Desember 2017. Tasikmalaya, Pangandaran dan Ciamis menjadi wilayah yang paling terdampak parah.
Gempa berkekuatan 6,9 SR ini berpusat di Tasikmalaya. Gempa sempat kembali terjadi gempa dengan kekuatan 5,7 SR. Pusat gempa berada di 129 km dari wilayah Garut. Gempa ini juga dirasakan sampai wilayah Jakarta.
6. Gempa Palu-Donggala
Gempa bumi terjadi di wilayah Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Gempa dengan magnitude mencapai 7,4 Skala Richter (SR) ini berpusat pada koordinat 0,178(S-119,840(N (25 km timur laut Donggala) pada kedalaman 10 km. Selain menyebabkan korban jiwa serta merusak bangunan vital, gempa juga diikuti oleh tsunami dengan ketinggian gelombang 1,5 hingga 2 meter yang melanda pantai Kota Palu.
Kepala Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono mengungkapkan, berdasar data-data titik pusat gempa bumi dan peta patahan aktif yang dimiliki Badan Geologi, tampak bahwa rangkaian gempa bumi ini sangat jelas mengikuti pola patahan Palu-Koro. Patahan Palu Koro merupakan salah satu patahan aktif di Indonesia yang memotong wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dikutip dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Badan Geologi telah melakukan penelitian dan pemetaan terkait patahan Palu-Koro ini dan diketahui bahwa patahan ini melintang dengan arah relatif utara-selatan mulai dari Tanjung Mangkaliat di Kalimantan Utara hingga perbatasan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan panjang +- 330 kilometer. Patahan Palu - Koro merupakan jenis patahan mendatar mengiri tipe bercabang (bifurcation) seperti patahan Alpina," terang Eko.
7. Gempa Maluku
Gempa bumi M7,5 ini terjadi pada Selasa dini hari tadi (10/1), pukul 02.47 waktu setempat atau WIT. Fenomena aktivitas geologi ini berpusat pada 136 km barat laut Kepulauan Tanimbar dengan kedalaman 130 km.
Data yang dihimpun Pusat Pengendalian Operasi BNPB pada Selasa (10/1), pukul 19.34 WIB menyebutkan lebih dari 70 rumah warga di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku, mengalami kerusakan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten MBD mencatat total rumah rusak di wilayahnya mencapai 73 unit. Dari jumlah tersebut, rumah rusak berat sebanyak 29 unit, sedangkan rusak ringan 44. Tak hanya rumah warga, dua sekolah dan satu gereja mengalami rusak ringan.
"Sedangkan korban terdampak, sebanyak 5 warga MBD mengalami luka-luka. Hingga laporan ini diterima Pusdalops BNPB, belum ada laporan warga yang melakukan pengungsian," kata Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Yulianto menyatakan fenomena pulau baru di Desa Teinaman Kecamatan Tanimbar Utara, setelah gempa berkekuatan magnitudo 7,5 mengguncang Maluku diakibatkan patahan gempa bumi.
"Pembentukan pulau baru terjadi dalam istilah geologi disebut patahan, dimana proses pengangkatan penurunan daratan terjadi akibat mekanisme siklus gempa," katanya ketika dihubungi ANTARA dari Ambon, Selasa (11/1/2023).
Ia mengatakan pengangkatan dan penurunan daratan oleh mekanisme siklus gempa, disebabkan dua fase utama yakni inter seismic merupakan fase awal gempa bumi dan fase coseismic adalah fase ketika gempa tektonik terjadi.
"Seperti yang pernah terjadi pada kasus gempa tsunami Aceh tahun 2004, munculnya pulau dengan ketinggian mencapai tiga meter," katanya.
Fenomena munculnya pulau baru di Tanimbar, besar kemungkinan sebelum munculnya pulau baru, laut dangkal sehingga ketika gempa menyentak, maka dasar laut dangkal ini bisa menyembul ke atas permukaan laut menjadi pulau baru.
"Untuk mengkonfirmasi prosesnya seperti apa sebelum kejadian gempa, kemungkinan masyarakat sudah mengamati apakah laut dangkal relatif dekat dengan permukaan air sehingga dengan sekali hentakan kejadian gempa, maka kemudian seolah-oleh muncul menjadi pulau baru," katanya.
Pada prinsipnya, kata Eko, hampir seluruh kepulauan di Indonesia sebagian besar terbentuk karena proses tektonik dan vulkanik, mengakibatkan semua yang berada di bawah laut, dalam satu masa muncul ke atas permukaan laut.