Jokowi Soal Revisi UU Pilkada "Anulir" Putusan MK: Kita Hormati, Itu Biasa Terjadi

ERA.id - Presiden Jokowi menanggapi soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan soal batas usia dan ambang batas parlemen sebagai syarat pencalonan pilkada dan DPR yang menganulir putusa MK lewat revisi UU Pilkada. Ia menghormati kewenangan dan keputusan MK maupun.

"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara. Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," kata Jokowi dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Untuk diketahui, Rapat Panja pembahasan Undang-Undang (UU) Pilkada mendadak menyepakati perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik hanya berlaku untuk partai non parlemen, atau yang tak punya kursi di DPRD.

Ketentuan itu tercantum dalam daftar invetarisasi masalah (DIM) Pasal 40 UU Pilkada. Awalnya, Tim Ahli Baleg DPR Widodo membacakan isi DIM tersebut.

Dalam paparannya, dia menyampaikan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik yang memiliki kursi di DPRD, tetap mengacu pada UU Pilkada, yaitu 20 persen dari jumlah kursi atau 25 persen dari akumasi suara sah.

"Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi, partai politik atau gabungan partai politik yang miliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan," kata Widodo.

Sedangkan untuk partai politik non parlemen, persyaratan pencalonan kepala daerah mengacu pada putusan MK.

"Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi, dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan," kata Widodo.

Kemudian, DPR juga menyepakati poin lainnya. Rapat Panja pembahasan revisi UU Pilkada sempat diwarnai perdebatan terkait pasal yang mengatur batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur. Mayoritas fraksi ingin mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA), sedangkan Fraksi PDI Perjuangan berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).