Minuman Manis Berisiko Tinggi Sebabkan Diabetes daripada Nasi Putih

ERA.id - Nasi putih seringkali dihindari karena tidak sedikit orang yang mengira kalau nasi putih bisa meningkatkan risiko diabetes. Namun, fakta menyebutkan kalau minuman manis justru memiliki risiko diabetes dibandingkan nasi putih. 

Setidaknya hal itu dikatakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), pihaknya menegaskan kalau minuman manis memiliki risiko lebih tinggi untuk menyebabkan diabetes tipe 2 dan obesitas. Selain itu, dampak dari peningkatan kadar gula darah juga langsung berpengaruh pada resistensi insulin.

“Minuman manis seperti soda atau teh kemasan mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi,” kata Pelaksana Sementara Ketua Harian YLKI Indah Sukmaningsih seperti dikutip Antara.

Indah mengatakan dalam riset yang telah dilakukan terbukti minuman manis dan nasi putih memiliki potensi meningkatkan risiko diabetes namun tingkatnya berbeda.

Konsumsi rutin minuman manis dikaitkan kuat dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2. Sebaliknya nasi putih meskipun memiliki indeks glikemik tinggi tapi tidak mengandung gula tambahan dan masih memberikan karbohidrat sebagai sumber energi terutama jika dikonsumsi dalam porsi yang wajar.

“Namun untuk menjaga kesehatan pilihan yang lebih aman adalah mengurangi konsumsi keduanya, mengganti minuman manis dengan air putih atau teh tanpa gula, serta mengganti nasi putih dengan karbohidrat yang lebih sehat seperti nasi merah atau quinoa,” katanya.

YLKI berpendapat, menyehatkan masyarakat Indonesia memerlukan pendekatan holistik yang mencakup kebijakan fiskal seperti cukai, regulasi yang ketat dan kampanye edukasi yang masif.

Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tetap menjadi solusi efektif untuk mengubah perilaku konsumsi gula di masyarakat.

“Cukai MBDK adalah bagian integral dari upaya tersebut yang diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah peningkatan prevalensi PTM (penyakit tidak menular) di masa depan,” kata Indah.

Peta jalan yang diusulkan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) yang menyarankan pengendalian gula, garam dan lemak (GGL) sebagai alternatif pengenaan cukai MBDK, ditanggapi YLKI sebagai upaya jangka panjang.

Namun tetap disertai kebijakan fiskal yang tegas untuk menghasilkan perubahan perilaku konsumsi yang dibutuhkan.

“Argumen kontribusi minuman berpemanis terhadap total konsumsi gula nasional hanya 4 persen tidak mengurangi urgensi pengendalian produk. Sebaliknya pengenaan cukai akan secara langsung mendorong produsen menyesuaikan kadar gula dalam produknya,” katanya.