Supaya Warga Jabar Suka Baca Buku
Sebenarnya bukan cuma di Jawa Barat saja yang minat bacanya masuk kategori sangat miris. Hasil survei UNESCO, dari 1.000 orang Indonesia, diprediksi cuma 1 orang saja yang suka membaca buku. Belum lagi kalau merujuk pada survei Central Connecticut State University di New Britain yang pernah dilansir Harian Media Indonesia edisi 30 Agustus 2016 silam, Indonesia ada di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca.
"Minat baca orang Indonesia cenderung rendah, orang kita tidak suka membaca dan tidak suka menulis," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) saat peluncuran Kolecer dan Candil di Taman Sempur, Kota Bogor, pekan lalu.
"Oleh karena itu, kita akan membuat hal itu berubah melalui sebuah gerakan literasi di mana semua pihak harus berpartisipasi," lanjutnya.
Emil bilang, Kolecer dan Candil bisa meningkatkan minat baca generasi milenial yang terkepung teknologi dunia maya. Padahal informasi di jagat maya, belum tentu semua benar dan valid.
"Generasi milenial sekarang hasil surveinya lebih senang menghabiskan waktunya lewat handphone, sehingga ada kekhawatiran yang dibaca adalah hal-hal yang tidak bermanfaat karena seliweran juga informasi-informasi yang negatif," jelas Emil.
Kolecer sendiri adalah Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank bjb. Sebagai awalan, Kolecer disebar di 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat dan 600 titik sebagai target 5 (lima) tahun ke depan. Sedangkan pembuatan aplikasi perpustakaan digital Candil saat ini masih dalam tahap pengembangan dan dapat digunakan pada bulan Januari 2019.
"Saya titip kepada kepala daerah ini adalah investasi, suatu hari mereka yang terdampak oleh hal positif ini akan menjadi pemimpin yang sukses karena apa yang kita lakukan hari ini," tutur Emil.
Melalui kreativitas, Kolecer ini bisa ditempatkan di mana saja di tempat berkumpulnya warga atau komunitas. Kalau di kampung atau desa, Kolecer bisa ditempatkan di balai desa. Sementara di daerah perkotaan bisa ditempatkan di trotoar dan taman.
"Jadikan perpustakaan itu tempat bermain warga, tempat berkumpul komunitas warga tapi dikelilingi oleh buku-buku," pinta Emil.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menyambut baik langkah ini. Syarif menjelaskan, substansi literasi itu ada empat. Pertama, adalah kemampuan mengumpulkan sumber bahan bacaan agar masyarakat mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kedua, adalah kemampuan memahami apa yang tersirat dari apa yang tersurat. Hal ini bisa mengantarkan masyarakat dalam memahami sesuatu agar cerdas, sehingga tidak tertipu dan dibodohi. Ketiga, kemampuan dalam menemukan gagasan baru, ide baru, teori baru, dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Dan terakhir, yaitu kemampuan suatu negara untuk menciptakan barang dan jasa. Jadi, untuk membedakan antara negara maju dan terbelakang bisa terlihat dari tingkat kegemaran masyarakatnya dalam membaca.