Ilmuan Deteksi Virus Baru yang Bisa Tularkan ke Manusia, Muncul dari Hewan Berbulu di China

ERA.id - Ahli virologi, Edward Holmes, mengumumkan temuan virus baru yang terdeteksi pada hewan ternak berbulu di peternakan di China. Virus itu berpotensi menulai ke manusia dan patut diwaspadai.

Holmes, yang memimpin penelitian tentang COVID-19, mengatakan bahwa ia merasa bahwa industri peternakan bulu global adalah salah satu cara yang paling mungkin untuk memulai pandemi baru. Hal ini dikatakan menyusul peringatan para ilmuan sejak pandemi COVID-19, yang menyatakan peternakan mamalia berbulu dapat mempermudah virus baru berpindah dari alam liar dan memicu wabah baru.

"Secara pribadi, saya pikir industri peternakan bulu secara global harus ditutup," kata Holmes, dikutip AFP, Kamis (5/9/2024).

Tim peneliti yang dipimpin Tiongkok mengurutkan materi genetik dari sampel paru-paru dan usus dari 461 hewan seperti cerpelai, kelinci, rubah, dan anjing rakun yang mati karena penyakit di seluruh negeri antara tahun 2021 dan 2024.

Holmes sendiri merupakan salah satu penulis studi baru yang meneliti potensi bahaya yang ditimbulkan oleh virus di peternakan bulu di negara tempat kasus COVID-19 pertama kali muncul pada akhir tahun 2019.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, virus itu sebagian besar berasal dari peternakan bulu, beberapa juga diternakkan untuk makanan atau obat tradisional, sementara sekitar 50 adalah hewan liar.

"Tim mendeteksi 125 virus, termasuk 36 virus baru. Tiga puluh sembilan virus memiliki risiko tinggi untuk berpindah antar spesies, termasuk ke manusia," menurut studi dalam jurnal Nature.

"Beberapa virus tersebut, seperti hepatitis E dan ensefalitis Jepang telah menyebar ke manusia, tetapi 13 di antaranya baru," imbuh studi itu.

Selain hepatitis E dan ensefalitis Jepang, beberapa jenis flu burung juga terdeteksi pada marmut, cerpelai, dan muskrat. Kemudian tujuh jenis virus corona juga ditemukan, meskipun tidak ada yang terkait erat dengan SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19.

Lalu, kata Holmes, virus yang paling mengkhawatirkan adalah virus yang mirip dengan kelelawar atau Pipistrellus HKU5. Virus ini sebelumnya telah terdeteksi pada kelelawar tetapi ditemukan di paru-paru dua cerpelai yang diternakkan.

Virus ini merupakan kerabat dari virus corona sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), yang dapat mematikan bagi manusia.

"Bahwa kita sekarang melihat bahwa virus ini berpindah dari kelelawar ke cerpelai yang diternakkan harus menjadi tanda peringatan," kata Holmes, yang merupakan seorang profesor di Universitas Sydney.

Ribuan virus yang tidak diketahui diyakini beredar di antara mamalia liar. Para ilmuwan khawatir bahwa peternakan bulu dapat memungkinkan hewan ternak tertular virus tersebut, yang pada saatnya bisa menularkan virus tersebut kepada manusia.

Teori utama tentang asal-usul COVID-19 adalah bahwa penyakit ini bermula dari kelelawar, lalu ditularkan ke manusia selama perdagangan hewan liar.

"Saya sangat yakin bahwa perdagangan satwa liar bertanggung jawab atas munculnya SARS-CoV-2," kata Holmes.

"Dan saya pikir perdagangan peternakan bulu yang terkait dapat dengan mudah mengakibatkan virus pandemi lainnya," tambahnya.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti menyerukan peningkatan pengawasan terhadap hewan ternak berbulu, khususnya untuk cerpelai, anjing rakun, dan marmut, yang mencatat virus paling berisiko tinggi.

Denmark memusnahkan seluruh populasi cerpelai yang diternakkan karena kekhawatiran COVID-19 pada tahun 2020, tetapi sejak itu telah mengesahkan kembali praktik tersebut.