Dualisme BP Batam Karena Tak Adanya PP yang Jelas

Jakarta, era.id - Keputusan pemerintah untuk mengalihkan pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) menimbulkan masalah. Terlebih dengan adanya pengalihan kewenangan antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.

Hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan ketidakpastian regulasi, peraturan, lahan, infrastruktur hingga insentif bagi investor yang ada di Batam.

Anggota Ombudsman RI, Laode Ida menjelaskan masalah utama pada polemik dualisme ini dikarenakan belum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU nomor 53 tahun 99 tentang Pembentukan Pemeritah Kota Batam, daerah otonom baru pada saat itu.

Di mana pada saat rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (12/12) memutuskan untuk tidak membubarkan BP Batam. Namun, jabatan Kepala BP Batam dirangkap secara ex-officio oleh Walikota Batam, yang dianggap akan menjadi solusi dualisme kepemimpinan.

"Untuk hubungan antara BP Batam dan pemeritah (daerah) itu harus diatur dalam PP. Konon PP itu sudah dibahas 89 kali tapi tidak berhasil. Sampai sekarang itu belum terbentuk PP itu. Mengapa dan bagaimana perkembangan sebetulnya kita belum tahu," tutur Laode dalam diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).

Kata Laode, Ombudsman RI mengaku telah melakukan investigasi terkait dugaan dualisme yang terjadi di BP Batam pada tahun 2016 lalu. Investigasi itu dilakukan atas permintaan DPR RI Komisi II.

Dari hasil investigasi itu tidak ditemukan adanya dugaan dualisme seperti yang dituduhkan. Oleh karenanya ia berpendapat alasan peleburan BP Batam dengan alasan dualisme tidaklah pas.

“Tapi menurut kami tidak ada dualisme sebetulnya, yang ada proses pemerintah kota Batam mau mengatur BP Batam. Nah (proses) ini tidak kunjung berakhir, makanya disebut dualisme. Kita turun ke lapangan, ga ada sebenarnya dualisme itu," jelas dia.

Sementara itu, Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah dalam hal ini khususnya Presiden Jokowi harus lebih mempertimbangkan keputusan tersebut. Menurutnya Jokowi harus lebih bijak memutuskan karena Batam sendiri adalah kawasan strategis nasional.

"Ini harus kita kritisi karena besar dampaknya, kebijakannya tidak hanya berdampak terhadap kinerja ekonomi di kawasan batam tetapi ini juga terkait perekonomian di Indonesia. Karena batam tidak hanya sekadar satu kawasan geologi, tapi punya nilai ekonomi yang luar biasa," ungkap Enny.

Memang, diakui Enny, sikap terburu-buru pemerintah yang mengakibatkan ketidakmatangan pengelolaan Batam ini didasarkan pada realitas kota yang tengah mrngalami account defisit.

"Memang pekarang pemeringah satu sisi begitu cepar karena persoalan account defisit kita luar biasa dan kita butuh investor yang masuk dalam jumlah cukup besar. kalau caranya tidak smart ada konsekuensinya dan permintaannya belum tentu menguntungkan nasional interest kita," pungkasnya.

 

Tag: rangkap jabatan