Buka Kasus Dugaan Penipuan di GISB, Polisi: Orang Tua Korban Tidak Mengakui Anaknya Sendiri

ERA.id - Kepolisian Malaysia membuka penyelidikan baru terkait kasus Global Ikhwan Services and Business (GISB) Holdings. Penyelidikan baru ini terkait dengan para orang tua yang tidak mengakui anak-anak di panti asuhan sebagai anak mereka.

Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husian mengatakan penyelidikan ini akan mengungkap bahwa anak-anak di panti asuhan GISB diperintahkan untuk tidak mengenal orang tua mereka sendiri. Padahal, orang tua dari anak-anak itu adalah anggota perusahaan sendiri.

"Mereka tidak mau mengakui bahwa ini adalah anak-anak mereka; sebaliknya, mereka mengklaim bahwa mereka yatim piatu karena beberapa dari mereka memiliki 'bin' atau 'binti' Abdullah," kata Razarudin, dilansir Bernama, Selasa (24/9/2024).

Perintah yang disampaikan kepada anak-anak itu pun menimbulkan kecurigaan baru dan cara perusahaan mengumpulkan uang melalui sumbangan.

"Ini bisa jadi taktik untuk mengumpulkan sumbangan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan lain," imbuhnya.

Selain itu, Razarudin mengatakan bahwa pelanggaran tersebut bisa diselidiki berdasarkan Pasal 420 KUHP tentang penipuan. Hal ini karena beberapa anggota yang diperika juga membantah bahwa anak-anak itu adalah darah daging mereka sendiri.

Razarudin juga mengungkap bahwa beberapa anggota memiliki empat istri dan 34 anak, yang diantaranya ditempatkan di rumah amal perusahaan.

"Dari 34 anak, hanya dua yang tinggal bersamanya. Jika Anda menanyakan nama 32 anak lainnya, dia mungkin tidak mengenal mereka," jelas Razarudin.

Razarudin juga melaporkan bahwa hingga saat ini, 138 akun yang terkait dengan GISB telah dibekukan, yang melibatkan 882.795,94 ringgit (Rp3,2 miliar) dengan tambahan 15 akun ditutup.

Selain itu, 22 kendaraan dari berbagai jenis, yang diperkirakan bernilai 1.872.085 ringgit (Rp6,8 miliar), dan 14 properti, yang nilainya masih dalam penyelidikan, juga telah dibekukan.

Pembekuan dilakukan berdasarkan Pasal 44(1) Undang-Undang Anti Pencucian Uang, Anti Pendanaan Terorisme, dan Hasil Kegiatan Melawan Hukum (AMLATFPUAA), sementara penyitaan dilakukan berdasarkan Pasal 45(2) undang-undang yang sama.

"Enam belas kendaraan senilai 2.078.000 ringgit (Rp7,5 miliar), 26 hewan, termasuk sembilan kuda, 14 kelinci, dan tiga burung merak, serta uang tunai senilai RM18.650, juga disita," ujarnya.

Terkait tuduhan negatif kepada instansi kepolisian soal pengabaian hewan-hewan yang disita, Razarudin menegaskan bahwa pihaknya menjalin kerja sama dengan Departemen Layanan Veteriner dan pemerintah setempat untuk merawat dan memeriksa hewan-hewan itu.

"Sebelum perintah pemusnahan diperoleh dari pengadilan, polisi bertanggung jawab untuk memastikan hewan-hewan tersebut diberi makan dan dirawat," tegasnya.

Terkait fase keempat Op Global yang diluncurkan pada 21 September, Razarudin mengatakan 35 dokumen investigasi telah dibuka, dan 156 orang, termasuk 80 pria dan 76 wanita berusia antara 18 dan di atas 65 tahun, ditahan hingga 28 September.

Ia mengatakan investigasi dibuka berdasarkan Undang-Undang Anak 2001, Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998, Undang-Undang Percetakan dan Penerbitan 1984, Undang-Undang Imigrasi 1959/1963, dan Pasal 298 KUHP.

"Sebanyak 187 korban diselamatkan dalam fase ini, terdiri dari 100 pria dan 87 wanita, termasuk 13 orang berusia di atas 18 tahun," jelasnya.

Razarudin menambahkan bahwa seorang anak di panti asuhan yang dikelola GISB di Tapah, Perak, yang diyakini sebagai korban pelecehan, juga diselamatkan setelah video anak yang diinjak-injak menjadi viral di media sosial.

Selain itu, polisi membuka surat penyidikan Pasal 506 KUHP atas intimidasi pidana terhadap Perlis Mufti Datuk Mohd Asri Zainul Abidin.