KLHK Klaim Aturan Anti-SLAPP untuk Lindungi Pejuang Lingkungan, Kuat atau Hanya "Macan Ompong?"

ERA.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan aturan baru mengenai Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP) sebagai jalan negara untuk hadir melindungi para pejuang lingkungan.

Sekretaris Ditjen Penegakan Hukum KLHK Dwi Januanto Nugroho dalam peluncuran dan sosialisasi Anti-SLAPP oleh WALHI di Jakarta, Rabu, menjelaskan Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat adalah salah satu instrumen yang dikeluarkan untuk melindungi mereka yang berjuang untuk lingkungan hidup.

"Hal-hal yang sifatnya tata kelola, kami betul-betul memperhatikan perkembangan yang ada, dinamika dalam penanganan hukum, amicus curiae juga partisipasi publik. Ini salah satu upaya kita bagaimana agar Anti-SLAPP ini betul-betul (bentuk) negara hadir di dalam melindungi perjuangan teman-teman pejuang lingkungan dalam membela hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan baik," katanya dikutip dari Antara, Rabu (25/9/2024).

Selain aturan dari KLHK, kata dia, terdapat pula instrumen hukum Anti-SLAPP lain mendukung partisipasi publik untuk lingkungan yang baik dan sehat, termasuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 dan Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022.

Dalam aturan tersebut memberikan kewenangan kepada Menteri LHK membentuk Tim Penilai beranggotakan pihak KLHK, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, penegak hukum, dan akademisi, untuk memeriksa dan memverifikasi pengajuan pihak diduga mendapatkan tindakan pembalasan karena aktivitas memperjuangkan lingkungan yang sehat.

Berdasarkan laporan tersebut, lanjutnya, maka Menteri LHK dapat mengeluarkan surat keputusan yang disampaikan kepada aparat penegak hukum. Para aktivis lingkungan tersebut juga dapat menerima bantuan hukum jika terbukti menjalani proses hukum sebagai tindakan pembalasan atas aktivitasnya menjaga lingkungan.

Dalam kesempatan yang sama, Manajer Analisa Kebijakan Publik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Satrio Manggala mengatakan pendataan yang dilakukan oleh WALHI dalam periode 2014-2024 menemukan 1.131 orang yang dikriminalisasi karena memperjuangkan lingkungan hidup.

Dia mengatakan mayoritas dikriminalisasi terkait dengan aktivitas sektor perkebunan sebanyak 548 orang. Dengan pasal yang sering digunakan adalah Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena terlibat aksi protes.

"Bersyukur setelah 15 tahun terbit Permen dari KLHK, apapun itu semangatnya tetap baik, meski ruang lingkupnya terbatas," katanya merujuk kepada ruang lingkup sesuai dengan kewenangan KLHK.

Di saat yang bersamaan, dia mendorong pemahaman yang lebih baik terkait Anti-SLAPP untuk kalangan aparat penegak hukum demi mewujudkan implementasi yang tepat.